Translate

Wednesday, April 15, 2015

BANTUAN BERAS KEPADA INDIA

Salah satu sebab mengapa perjuangan kemerdekaan Indonesia mendapat simpati dan perhatian masyarakat luas di India, bukan saja karena Nehru memberi dukungan penuh, dan bangsa India sendiri juga terlibat dalam perjuangan kemerdekaan dan baru saja merdeja, melainkan juga karena bantuan beras yang diberikan oleh Indonesia pada saat India menghadapi kelaparan karena kekurangan bahan pangan. Pada waktu itu Perdana Menteri Soetan Sjahrir mengambil keputusan untuk menyediakan 500.000 ton beras bagi India. Dalam keadaan yang serba kekurangan di Indonesia, setelah menderita akibat pendudukan militer Jepang selama lebih dari tiga tahun, ditengah-tengah revolusi nasional yang dahsyat, dan menghadapi tantangan Belanda yang hendak menjajah kembali, Republik Indonesia masih memperlihatkan kesetiakawanan kepada India yang menghadapi kelaparan, walaupun tahap perjuangan kemerdekaan India saat itu sudah agak jauh bila dibandingkan dengan Indonesia.

Keputusan Soetan Sjahrir itu mendapat sambutan hangat dari pemimpin-pemimpin India. Dalam upaya pengumpulan beras di Indonesia itu India mengirimkan truk, jip, ban dan suku cadang. India mengirimkan pula bahan pakaian dan obat-obatan. Tetapi yang lebih penting daripada barang-barang yang dikirimkan itu ialah iktikad baik. Political goodwill Indonesia yang ditanamkan oleh Soetan Sjahrir dalam masyarakat India. Selanjutnya, uang yang dihasilkan dari penjualan beras sebanyak 500.000 ton itu merupakan modal kerja bagi perjuangan Indonesia di luar negeri, yaitu untuk pembiayaan perwakilan-perwakilan Republik Indonesia yang dibuka di berbagai negara terutama sesudah Persetujuan Linggajati.

Bantuan truk dan jip pengumpulan beras itu dimanfaatkan pula untuk pengangkutan APWI dan sesudah semuanya selesai, seluruh kendaraan itu diserahkan kepada Tentara Republik Indonesia sebagai modal awal dinas angkutan tentara.

Tuesday, April 14, 2015

INTER ASIAN RELATIONS CONFERENCE

Berhubung Republik Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan telah menganggap dirinya sebagai negara yang berdaulat, maka jelas pula bahwa pemerintah harus menyusun prinsip dasar tertentu yang di atasnya dapat diletakkan kebijakan dalam menghadapi negara-negara asing lain. Prinsip-prinsip dasar pokok luar negeri itu harus diumumkan negara setelah Soetan Sjahrir memangku jabatan Menteri Luar Negeri pada 14 November 1945. Kesempatannya tiba ketika Indonesia diundang untuk menghadiri Konferensi Inter Asian Relations di New Delhi, tanggal 23 Maret sampai 2 April 1947 dan dihadiri oleh wakil-wakil dari dua puluh lima negara Asia. Delegasi Indonesia terdiri dari dua puluh lima anggota dengan enam peninjau. Ketua Delegasi Abu Hanifah (Masyumi) dan Sekretaris Suripno (PKI). 

Konferensi itu diselenggarakan oleh Indian Council of World Affairs, tetapi dalam kenyataannya disponsori oleh pemerintah baru sementara India di bawah pimpinan Nehru, yang belum dapat mengeluarkan undangan berhubung India belum sepenuhnya merdeka. Meskipun konferensi berdalih sebagai tempat pertemuan negara-negara Asia untuk membicarakan terutama masalah kebudayaan dan ekonomi dan merupakan kepentingan bersama antara mereka, namun sejak dari hari pembukaannya ternyata konferensi itu, disimak dari pidato-pidato yang diucaplan, merupakan konferensi politik.

Mahatma Gandhi pun ikut berpidato pada penutupan konferensi.

Soetan Sjahrir tiba pada hari terakhir konferensi dengan pesawat khusus yang disediakan oleh pemerintah India. Seorang wanita India bernama Sarojini Naidu yang menjadi ketua konferensi itu memperkenalkan Soetan Sjahrir sebagai "bom atom Asia" dan sesudah sambutan hangat diberikan oleh peserta konferensi, Soetan Sjahrir menyampaikan pidatonya yang dalam kenyataannya adalah pernyataan politik luar negeri Indonesia pertama di depan para pendengar internasional.

Menurut Ide Anak Agung Gde Agung jika pidato itu dipelahari secara teliti, maka kita sampai kepada kesimpulan sebagai berikut :
  1. Soetan Sjahrir mengakui kenyataan politik dari pasca perang Asia dan mendorong terbentuknya negara-negara Asia yang merdeka.
  2. Soetan Sjahrir menekankan bahwa dalam mencapai tujuan politik itu, negara-negara Asia sekiranya jangan meninggalkan cita-cita mendirikan negara-negara merdeka berdasarkan prikemanusiaan, keadilan, dan kebenaran yang merupakan tanda bukti masyarakat yang benar-benar demokratis.
  3. Munculnya negara-negara merdeka baru jangan hendaknya dibarengi dengan tambahan meningkatkan ketegangan dunia melalui perilaku negara-negara itu dengan melancarkan politik luar negeri yang tidak dapat diterima oleh negara lain. Sebaliknya negara-negara yang baru muncul itu harus berupaya sedapat mungkin untuk menjembatani perselisihan yang ada antara negara demi untuk menciptakan Satu Dunia (One World). Dengan gagasan yang ideal ini Soetan Sjahrir mencela terpecah belahnya dunia dalam blok yang bertentangan dan ia menasehatkan rekan se-Asianya untuk tidak mengikuti kecenderungan ini dan menahan diri untuk memasuki blok itu, arena melakukannya berarti meningkatkan ketegangan dunia dan hal itu akan bertentangan dengan kepentingan negara-negara Asia sendiri.
  4. Perjuangan rakyat Asia untuk mencapai kemerdekaan bukan merupakan tujuan akhir, tetapi adalah satu sasaran antara untuk mencapai satu masyarakat berdasarkan prikemanusiaan, yaitu masyarakat demokratis.
Dapat disimpulkan bahwa Soetan Sjahrir menyerukan kepada bangsa-bangsa Asia agar bersatu berdasarkan kepentingan bersama, mencari persahabatan dengan bangsa-bangsa lain, sehingga visi Satu Dunia dapat diwujudkan. Hal itu akan dapat dicapai hanya dengan menjalankan cara hidup berdampingan secara damai oleh semua bangsa-bangsa untuk menjamin perdamaian dengan memperkokoh hubungan-hubungan yang ada antara suku-suku bangsa dan bangsa di dunia.

Monday, April 13, 2015

PERANAN MAHASISWA INDONESIA DI INDIA

Berita tentang proklamasi kemerdekaan agak terlambat tersiar di pers dan media massa India, berhubung pers India dan media massanya kala itu banyak tergantung pada kantor-kantor berita yang dipengaruhi Sekutu. Setelah ada kepastian berita tentang proklamasi tersebut, para pelajar dan mahasiswa Indonesia yang sedang menuntut ilmu di berbagai universitas dan perguruan tinggi Islam di India segera mengadakan kontak satu sama lain dan memutuskan akan berkumpul di Ibukota India, New Delhi, untuk menentukan langkah selanjutnya dalam menghadapi suasana baru di tanah air.

Dalam pertemuan yang diadakan 10 Oktober 1945 hingga 17 Oktober 1945, mereka berhasil menentukan beberapa keputusan, diantaranya terbentuknya satu wadah perjuangan yang bernama Persatuan Putera Indonesia di India disingkat PPII. Tujuan pokok PPII membela negara proklamasi dengan mendesak pemimpin-pemimpin di India khususnya dan pemimpin-pemimpin dunia umumnya agar mengakui berdiri sahnya Republik Indonesia sebagai satu negara yang dilontarkan Belanda mengenai pemerintah dan pemimpin Republik Indonesia.

PPII selanjutnya membentuk Balai Penerangan (Indonesia Information Service) yang mulai berfungsi pada 9 Juni 1946. Di antara kegiatannya yang menonjol adalah menyediakan bahan-bahan yang diterbitkan dan disiarkan melalui buletin dalam bahasa Inggris dan bahasa Urdu untuk disampaikan kepada pers dan media massa secara luas. Bahan-bahan itu diperoleh dengan memonitor siaran Radio Republik Indonesia dan setelah diterjemahkan dalam bahasa Inggris diteruskan ke Perwakilan Republik di London dan New York dan dijadikan bahan siaran dan penerangan setempat.

Dengan demikian, Balai Penerangan PPII merupakan laboratorium yang berhasil mengeluarkan berbagai informasi, menerbitkan brosur-brosur dan buletin-buletin tentang Indonesia dan perjuangannya. Badan itu juga mempersiapkan himbauan, memorandum, nota, manifesto yang disampaikan kepada pemerintah dan parlemen India, Dewan Keamanan dan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa serta pemerintah-pemerintah penting di dunia. Kegiatan-kegiatan tersebut dibarengi dengan penerbitan informasi dalam bahasa Indonesia untuk kepentingan masyarakan Indonesia di anak benua India dan Timur Tengah, khususnya Arab Saudi.

Pada hakikatnya PPII telah menjalankan tugas perwakilan. Hal itu secara de facto diakui oleh pemerintah dan rakyat India. Usaha PPII itu mendapat dukungan penuh dari rakyat, organisasi, massa, partai politik dan perserikatan buruh. All-India National COngress, All-India Muslim League, Hindu Mahasaba, India Communist Party, Partai Sosialis dan All-India Trade Union mensponsori rapat raksasa yang diadakan PPII tahun 1946 di Bombay. Wakil-wakil mereka ikut bicara mendukung pemerintah dan kemerdekaan Republik Indonesia dan mengutuk pengembalian penjajahan di Indonesia. Sekali pun mereka pecah mengenai politik dalam negeri, mereka bersatu padu mendukung perjuangan Indonesia.

Dalam melancarkan perjuangannya di India PPII bekerja sama dengan Persatuan Pemuda Indonesia (PPI) yang anggotanya terdiri dari 700 orang pelaut Indonesia yang bekerja di kapal-kapal niaga Belanda. Mula-mula mereka mogok kerja di kapal-kapal Belanda itu dan turun ke darat di pelabuhan Bombay. Setelah bermusyawarah dengan pimpinan PPII, para pelaut Indonesia itu membentuk organisasi sendiri dan berjuang bahu membahu dengan PPII. Menjelang para pelaut Indonesia tersebut dipulangkan ke Indonesia, semua kekayaan mereka, termasuk buku-buku dan lain-lain diserahkan kepada PPII.

Ketika Delegasi Indonesia untuk Inter Asian Relations Conference datang di India, Wakil Menteri Penerangan Republik Indonesia, Abdulrahman Baswedan yang juga ikut serta dalam delegasi merestui dilanjutkannya usaha Balai Penerangan PPII dan untuk keperluan itu diberikan dana seperlunya. Dengan demikian Balai Penerangan diambil alih oleh pemerintah. Dengan tibanya Dr. Soedarsono, sebagai wakil resmi pemerintah Republik Indonesia, Indonesian Information Service ditempatkan sepenuhnya di bawahnya. Banyak dari mahasiswa yang berjuang dibawah PPII dipekerjakan oleh Indonesia Office di New Delhi. B.A Ubani, Maryunani, Mohammad Moe'in, dan lain-lain.

KONTAK DENGAN INDIA

Jika kontak pertama berhasil diadakan dengan Sekutu dan Singapura, maka kontak kedua dan selanjutnya diadakan pula dengan pemimpin India National Congress yang sedang mengadakan perundingan dengan pemerintah Inggris untuk kemerdekaan India. Kontak itu lebih bersifat resmi dan dukungan India terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia yang menghadapi usaha Belanda untuk mengembalikan jajahannya semakin terbuka, setelah nyata bahwa Inggris sudah akan mengambil langkah-langkah untuk memerdekakan India sesudah pemerintah sementara pertama India dibentuk dibawah pimpinan Nehru. Dalam masa peralihan itu Nehru ditunjuk sebagai Perdana Menteri dan sekaligus Menteri Luar Negeri, yang secara resmi mulai berlaku secara efektif, ketika India pada 14 Agustus 1947 menjadi Republik yang merdeka dalam lingkungan Persemakmuran Inggris.

Hubungan India dengan Indonesia sebenarnya di masa lalu telah terjalin erat sejak agama Buddha dan Hindu menjejakkan kaki di Kepulauan Nusantara dan menanamkan pengaruh secara mendalam pada kehidupan kebudayaan Indonesia. Peninggalan pengaruhnya itu masih dapat disaksikan hingga sekarang terutama di Pulau Jawa dalam kesusasteraan kuno dari Mahabharata dan Ramayana, sedangkan di Bali agama Hindu masih dianut oleh mayoritas penduduk.

Meskipun demikian penjajahan Belanda selama beratus tahun dalam kurun waktu jayanya kekuasaan imperialis di Asia telah memisahkan kedua negara Asia itu seperti diutarakan oleh Presiden Soekarno ketika membuka Konferensi Asia-Afrika di Bandung bulan April 1955 : "Ya, kita memang banyak mempunyai persamaan, namun kita hampir tidak mengenal satu sama lain!"

Pada kesempatan itu tak dikandung niat untuk memaparkan hubungan India dan Indonesia selama masa kuno itu, tetapi harus diakui bahwa pengaruh kebudayaan yang ditempa oleh agama Buddha dan Hindu di Indonesia ternyata masih terasa sampai sekarang.
Selain itu, hubungan Indonesia-India mendapat angin baru berkat adanya hubungan mesra antara Nehru di satu pihak dan Mohammad Hatta di pihak lain. Pada tahun-tahun ketika Nehru masih bermukim di Eropa dan memimpin Indian League, ia bertemu dengan Mohammad Hatta yang ketika itu sedang melanjutkan pendidikannya di Belanda. Ketika itu juga Ketua Perhimpunan Indonesia yang masih memperjuangkan Indonesia merdeka dan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Indonesia. Nehru dan Mohammad Hatta bersama-sama menghadiri salah satu konferensi Language of Oppressed Nationalities di Brussel bulan Februari tahun 1927. Sejak itu terjalinlah hubungan pribadi itu dan karena mempunyai identitas yang sama pula dalam perjuangan kemerdekaan kedua bangsa, India dan Indonesia maka dapat dimengerti mengapa Nehru dan rakyat India memberi dukungan yang hangat kepada perjuangan Indonesia.

Sunday, April 12, 2015

PENDIRIAN INDONESIA OFFICE PENANG (MALAYSIA)

Menurut P.J. Drooglever, dari Singapura mulailah diadakan hubungan ke Penang (Malaysia), di samping Bangkok dan Manila; di kota-kota itu Republik Indonesia mempunyai perwakilan. Anwar A. Moe'in, Kepala Penerangan pertama di Indoff Penang, mengisahkan :

"Perjalanan mendampingi Utoyo dalam lawatan yang nantinya berhasil mewujudkan pendirian kantor cabang Indonesia Office di Penang ini benar-benar telah meninggalkan kesan khusus dalam diri saya. Berkendaraan mobil dinas, sebuah Ford V-8 berwarna merah kami menemui tokoh-tokoh masyarakat di Johor Baru, Batu Pahat, Muar, Tanjung Karang, Kuala Lumpur, Sijangkang, Penang, Alor Star dan lain-lain sebagainya. Perjalanan dinas dari Singapura sampai ke Malaya Utara (Alor Star) pulang pergi makan waktu dua belas hari."

Selanjutnya Anwar Moe'in menguraikan :
"Saya juga masih ingat betul, betapa pidato Mr. Utoyo, yang seakan-akan masih terngiang di telinga saya, tidaklah masuk untaian kata-kata yang berapi-api, mungkin sekali sesuai dengan watak "wong Solo" yang serba lembut itu. Sesuai pidatonya di gedung pertemuan di Penang itu, ternyata pendengarnya tertegun. Hanya seorang yang tampil lalu mengemukakan usul, orangnya bernama Nya' Tjut dan ia hanya minta agar di kota Penang dapat didirikan cabang Indoff."

"Jawaban Mr. Utoyo hanya pendek, 'Maaf, dengan sangat menyesal belum dapat mengabulkan imbauan itu, karena dana untuk itu belum ada.' Sore harinya, setelah semua acara resmi usai, Mr. Utoyo menyatakan ingin beristirahat. Maka ia bermaksud untuk bermalam di Penang Hill Hotel, rencananya esok harinya kami akan berangkat ke daerah Kedah. Saya disuruhnya jaga pos disuatu hotel kecil di tepi pantai Tanjung Tokong, Penang."

"Tetapi sore harinya, tak disangka-sangka saya kedatangan lima orang tamu, terdiri dari pemuka masyarakat Indonesia di Penang yang menyatakan ingin jumpa Mr. Utoyo. Untuk sementara mereka menyatakan kepada saya bahwa mereka sanggup memikul dana untuk membuka dan menyelenggarakan kegiatan cabang Indoff fi Penang, apabila hambatan untuk itu hanya soal dana. Ternyata mereka pun telah berbulat tekad secara gotong royong mengumpulkan dana membiayai cabang Indoff di Penang utnuk setahun atau dua tahun. Saya menjanjikan kepada mereka untuk selekasnya menyampaikan maksud mereka yang menakjubkan ini kepada Mr. Utoyo."

"Keesokan harinya, pagi sekali Mr. Utoyo turun dari Penang Hill sambil membawa beberapa sandwiches untuk sarapan kami. Lalu, diatas ferry ketika menyeberangi Selat Penang, menuju Butterworth, saya ceritakan peristiwa kedatangan lima pemuka masyarakat Penang, sore sebelumnya. Utoyo tampak kaget dan berucap, 'Mas Anwar, sesampai kita di desa Yan di Kedah nanti kawatkan kepada mereka atau teleponlah mereka, bahwa kita akan mampir ke Penang kembali setelah dari Alor Star. Jadi rencana kita berubah, dari Alor Star kita tidak langsung ke Singapura. Harap mereka menyusun rencana secara rinci, bagaimana gagasan mereka mendidikan cabang Indoff itu'. Demikian masyarakat Indonesia setempat yang menyandang dana Indoff telah bekerja keras demi kelancaran pekerjaan. Sebuah mobil dinas, yaitu mobil sedan merek Buick tahun 1947 berwarna hijau muda yang sangat indah dan menyolok dihadiahkan kepada kami. Tentu saja kami sangat terkesan. Mobil ini jauh lebih keren daripada mobil Mr. Utoyo Ramelan di Singapura yang hanya sebuah mobil Ford tahun 1946."

"Indoff cabang Penang berumur satu bulan, ketika Indoff Singapura menugaskan rekan Machsus untuk menjabat sebagai kepala perwakilan. Ketika masih di Singapura, Machsus menjabat sebagai kepala staf bagian perdagangan. Saya sendiri telah mengenalnya sejak zaman di Bukit Tinggi; Rupanya setelah lulus sekolah lanjutan di Bukit Tinggi dulu, ia melanjutkan studi ke Manila, Filipina. Saya sendiri ditetapkan sebagai kepala bagian penerangan / urusan masyarakat di Indoff Penang ini."

Demikian asal mulanya Indoff Penang didirikan. Sesudah Malaya mencapai kemerdekaan dan menjadi Malaysia, Republik Indonesia membuka Kedutaan Besar di Kuala Lumpur, tetapi cabang Indoff tetap dipertahankan bahkan sampai kini, sebagai Konsulat Indonesia di bawah Kedutaan Besar Republik Indonesia Kuala Lumpur.

KONTAK DENGAN SINGAPURA / MALAYA (. . . BAGIAN III)

. . . (lanjutan) 

Keputusan itu diambil dengan sangat terpaksa, karena kepentingan nasional harus lebih diutamakan. Pemerintah waktu itu memerlukan dana untuk membiayai berbagai pengeluaran termasuk biaya perwakilan di luar negeri.  Meskipun disadari bahwa tindakan itu bertentangan dengan perikemanusiaan, Candu itu diangkut melalui laut atau udara. Tidak jarang dan tidak mengherankan bahwa delegasi resmi pemerintah, misalnya, tidak tahu menahu pesawat udara yang mereka tumpangi juga mengangkut barang-barang yang terlarang itu.

Berhubung pelaksanaan penjualan candu ke Singapura itu berada di tangan pegawai-pegawai yang tidak profesional, maka resiko kemungkinan akan dapat diketahui adalah sangat besar. Akhirnya harus diakui bahwa hal itu tercium juga oleh pers lokal dan internasional Singapura. Belanda segera melancarkan kampanye pers terhadap Republik Indonesia. Tanpa mempunyai bukti sedikit pun dikumandangkan tuduhan bahwa ada negara yang telah melakukan tindakan tak bermoral dalam memperjuangkan apa yang disebut kepentingan nasional. Serangan propaganda yang begitu gencar jika tidak dicegah dapat mencemarkan nama baik Republik Indonesia di luar negeri. Dan pemerintah Singapura pada akhirnya mungkin terpaksa pula mengambil tindakan menegur Indonesia Office.

Keaadan makin bertambah buruk dengan tertangkapnya Mukarto di checkpoint Belanda di stasiun kereta api Kranji, dekat Jakarta, tanggal 12 Agustus 1948. Mukarto adalah kepala penjualan candu dan baru saja diangkat menjadi koordinator keuangan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. Dia tertangkap basah dengan dokumen yang membuktikan laporan pers.

Jelas bagi Inggris, betapa sukarnya untuk menarik garis tipis antara tindakan untuk menunjukkan sikap tegas dalam membasmi kejahatan di koloni itu dan tindakan politik untuk menutup satu mata terhadap kegiatan warga Indonesia di Singapura.

Amerika Serikat menyatakan kekhawatirannya terhadap laporan bahwa fasilitas Perserikatan Bangsa-Bangsa dipergunakan untuk keperluan penyelundupan. Bagi Republik Indonesia telah tiba saatnya untuk meninjau kebijakan candu. Apakah kebijakan itu masih dapat dipertahankan mengingat keuntungan materi yang akan dapat diperoleh daripadanya lebih besar dari kerugian politik yang akan ditimbulkannya.

Bagi pemerintah Republik Indonesia pada waktu itu tidak ada pilihan selain dari membantahnya dan menolak segala macam tuduhan yang dilemparkan Belanda, dan pada waktu yang sama mengharapkan kesiapan pemerintah Singapura untuk tidak mempersoalkan masalah itu. Disinilah John Coast menunjukkan kelihaiannya. Keputusan orang Inggris itu pada permulaan tahun revolusi meninggalkan jabatan sebagai diplomat dan ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, hal yang mengakibatkan kerugian bagi Foreign Service Inggris tapi merupaan keuntungan bagi bangsa Indonesia. Sesudah menggabungkan diri dengan kegiatan Republik, dia akhirnya diminta untuk membereskan Opium Scandal di Singapura dan berusaha menegakkan kembali nama baik Indonesia di luar negeri. Pertemuannya dengan Gubernur Jenderal Malcolm MacDonald, petisinya kepala Nigel Morris, Kepala CID (Criminal Investigation Department) Singapura dan caranya yang sangat mengesankan dalam meladeni pers internasional bulan September 1948 merupakan usaha-usaha yang gemilang dalam memulihkan kembali citra Republik sebagai negara yang berjuang secara terhormat, demi kepentingan nasional yang sah. Pengangkapan Mukarto dalam bulan yang sama oleh polisi Belanda di stasiun kereta Kranji secara bijaksana dianggap oleh pembesar-pembesar Singapura sudah tidak menjadi masalah.

Dengan disetujuinya perjanjian Linggajati oleh Belanda dan Indonesia, Inggris memberikan pengakuan de facto kepada Republik Indonesia. Persetujuan tersebut meletakkan dasar-dasar untuk dapat lebih meningkatkan hubungan koloni Inggris itu dengan Indonesia yang segera membuka perwakilan di Singapura. Perwakilan tersebut lebih dikenal dengan nama Indoff (Indonesia Office) yang mulai beroperasi tahun 1947 di bawah pimpinan Utoyo Ramelan SH. Di samping itu didirikan pula Trade and Finance Department di bawah pimpinan Dr. Saroso Wirohardjo.

Sesudah penyerahan kedaulatan dan Inggris memberikan pengakuan de jure kepada Republik Indonesia, Indoff ditingkatkan menjadi Konsulat Jenderal.