Translate

Tuesday, April 14, 2015

INTER ASIAN RELATIONS CONFERENCE

Berhubung Republik Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan telah menganggap dirinya sebagai negara yang berdaulat, maka jelas pula bahwa pemerintah harus menyusun prinsip dasar tertentu yang di atasnya dapat diletakkan kebijakan dalam menghadapi negara-negara asing lain. Prinsip-prinsip dasar pokok luar negeri itu harus diumumkan negara setelah Soetan Sjahrir memangku jabatan Menteri Luar Negeri pada 14 November 1945. Kesempatannya tiba ketika Indonesia diundang untuk menghadiri Konferensi Inter Asian Relations di New Delhi, tanggal 23 Maret sampai 2 April 1947 dan dihadiri oleh wakil-wakil dari dua puluh lima negara Asia. Delegasi Indonesia terdiri dari dua puluh lima anggota dengan enam peninjau. Ketua Delegasi Abu Hanifah (Masyumi) dan Sekretaris Suripno (PKI). 

Konferensi itu diselenggarakan oleh Indian Council of World Affairs, tetapi dalam kenyataannya disponsori oleh pemerintah baru sementara India di bawah pimpinan Nehru, yang belum dapat mengeluarkan undangan berhubung India belum sepenuhnya merdeka. Meskipun konferensi berdalih sebagai tempat pertemuan negara-negara Asia untuk membicarakan terutama masalah kebudayaan dan ekonomi dan merupakan kepentingan bersama antara mereka, namun sejak dari hari pembukaannya ternyata konferensi itu, disimak dari pidato-pidato yang diucaplan, merupakan konferensi politik.

Mahatma Gandhi pun ikut berpidato pada penutupan konferensi.

Soetan Sjahrir tiba pada hari terakhir konferensi dengan pesawat khusus yang disediakan oleh pemerintah India. Seorang wanita India bernama Sarojini Naidu yang menjadi ketua konferensi itu memperkenalkan Soetan Sjahrir sebagai "bom atom Asia" dan sesudah sambutan hangat diberikan oleh peserta konferensi, Soetan Sjahrir menyampaikan pidatonya yang dalam kenyataannya adalah pernyataan politik luar negeri Indonesia pertama di depan para pendengar internasional.

Menurut Ide Anak Agung Gde Agung jika pidato itu dipelahari secara teliti, maka kita sampai kepada kesimpulan sebagai berikut :
  1. Soetan Sjahrir mengakui kenyataan politik dari pasca perang Asia dan mendorong terbentuknya negara-negara Asia yang merdeka.
  2. Soetan Sjahrir menekankan bahwa dalam mencapai tujuan politik itu, negara-negara Asia sekiranya jangan meninggalkan cita-cita mendirikan negara-negara merdeka berdasarkan prikemanusiaan, keadilan, dan kebenaran yang merupakan tanda bukti masyarakat yang benar-benar demokratis.
  3. Munculnya negara-negara merdeka baru jangan hendaknya dibarengi dengan tambahan meningkatkan ketegangan dunia melalui perilaku negara-negara itu dengan melancarkan politik luar negeri yang tidak dapat diterima oleh negara lain. Sebaliknya negara-negara yang baru muncul itu harus berupaya sedapat mungkin untuk menjembatani perselisihan yang ada antara negara demi untuk menciptakan Satu Dunia (One World). Dengan gagasan yang ideal ini Soetan Sjahrir mencela terpecah belahnya dunia dalam blok yang bertentangan dan ia menasehatkan rekan se-Asianya untuk tidak mengikuti kecenderungan ini dan menahan diri untuk memasuki blok itu, arena melakukannya berarti meningkatkan ketegangan dunia dan hal itu akan bertentangan dengan kepentingan negara-negara Asia sendiri.
  4. Perjuangan rakyat Asia untuk mencapai kemerdekaan bukan merupakan tujuan akhir, tetapi adalah satu sasaran antara untuk mencapai satu masyarakat berdasarkan prikemanusiaan, yaitu masyarakat demokratis.
Dapat disimpulkan bahwa Soetan Sjahrir menyerukan kepada bangsa-bangsa Asia agar bersatu berdasarkan kepentingan bersama, mencari persahabatan dengan bangsa-bangsa lain, sehingga visi Satu Dunia dapat diwujudkan. Hal itu akan dapat dicapai hanya dengan menjalankan cara hidup berdampingan secara damai oleh semua bangsa-bangsa untuk menjamin perdamaian dengan memperkokoh hubungan-hubungan yang ada antara suku-suku bangsa dan bangsa di dunia.

No comments:

Post a Comment