Translate

Tuesday, March 21, 2017

TIGA GOLONGAN INTERNIRAN (BAGIAN 2 - SELESAI)

. . . lanjutan

Pada 16 Desember 1945 Perdana Menteri Soetan Sjahrir menyatakan :
"Kekuatan massa yang lepas kendali harus diatur kembali, dipersatukan dan emosinya diredakan sampai kesadarannya pulih kembali."

Wakil Presiden Mohammad Hatta juga meminta agar organisasi pemuda tidak main hakim sendiri.
Alasan kedua :
Orang menganggap Belanda sebagai musuh karena pada pertengahan tahun 1946 terdapat laporan yang mengatakan bahwa pria Belanda yang cukup umur harus diungsikan karena adanya tuduhan bahwa mereka telah dipersenjatai. Dalam perundingan Markas Besar AFNEI dengan Markas Besar Tentara Republik Indonesia 10 dan 19 Januari 1946, Mayor Jenderal Sudibyo menuntut agar kaum pria diungsikan terlebih dahulu dan tidak boleh dipersenjatai lagi karena dikhawatirkan akan dipergunakan untuk melawan pemerintah Republik Indonesia.

Alasan ketiga :
Di daerah pedalaman terdapat gerakan yang menahan orang-orang Belanda dan dijadikan sandera untuk digunakan dalam pertukaran dengan para pemuda yang ditangkap oleh pihak Belanda karena tuduhan teroris dan disekap di Pulau Onrust (Kepulauan Seribu).

Ketika POPDA pada awal Januari hingga April 1946 sedang mengadakan persiapan transportasi, dalam Badan Kongres Pemuda di Madiun diajukan protes kepada Perdana Menteri Soetan Sjahrir atas penahanan para pemuda yang dilakukan oleh Sekutu dan Belanda (NICA) di Pulau Onrust. Mereka menuntut agar para pemuda itu dibebaskan terlebih dahulu sebelum bekas tawanan dan interniran diungsikan oleh POPDA dan melarang melakukan transportasi jika mereka belum dibebaskan.

Ancaman selanjutnya berasal dari Badan Kongres Laskar Rakyat terhadap para interniran yang berada di kamp-kamp di daerah pedalaman. Mereka mengancam, apabila protes mereka tidak berhasil, mereka akan mengambil tindakan terhadap penghuni kamp. Pada bulan Juni 1946 juga datang tuntutan dari Surabaya bahwa para interniran itu harus ditukar dengan orang-orang Indonesia yang ditawan.

Alasan keempat :
Dalam rangka pengangkutan interniran, motivasi POPDA tidak lain hanya memindahkan bekas tawanan dan interniran ke tempat-tempat terminal guna mempermudah RAPWI melanjutkannya dengan pesawat terbang, kapal laut atau kereta api. POPDA dalam hal ini hanya mengikuti petunjuk pihak Sekutu (RAPWI) di mana harus dibuka kamp-kamp transito. POPDA pusat didirikan di lapangan terbang Panasan, Solo. Tempat transito lainnya terdapat di Cirebon, Tegal, Probolinggo, dan Malang. Bantuan perlengkapan berupa truk untuk pengangkutan serta senjata untuk para pengawal, diterima oleh Markas Besar Tentara dan diatur oleh POPDA Yogyakarta.

SELESAI.

No comments:

Post a Comment