Menjelang perundingan Hoge Veluwe di Negeri Belanda, dalam rangka melakukan langkah penyeleesaian persengketaan antara Indonesia-Belanda. Maka di Jakarta berlangsung perundingan babak pertama antara pihak Indonesia-Belanda dari tanggal 23 Oktober 1945 hingga 31 Maret 1946. Tatkala itu merupakan saat-saat Indonesia sedang melangkah menanam benih-benih politik luar negeri. Khususnya dalam rangka melaksanakan diplomasi perjuangan, ditengah kancah peperangan.
Dalam rangka menghadapi kolonialisme Belanda, muncul perbedaan pendapat di antara masing-masing kubu di dalam negeri. Kubu yang memilih penyelesaian sengketa dengan Belanda melalui perjuangan bersenjata dan kubu yang memilih penyelesaian melalui jalur diplomasi. Perdebatan perbedaan pendapat antara dua kubu di dalam negeri, ditandai dengan suasana gejolak perjuangan pada masa itu. Perbedaan pendapat tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga terjadi di pihak Belanda. Kala itu konsep strategi perjuangan Indonesia maupun Belanda masih mencari bentuk yang sepadan.
Pada masa-masa menjelang perundingan Hoge Veluwe tercatat proses diplomasi Indonesia-Belanda dengan Inggris yang berperan selaku penengah. Pada saat itu telah berhasil dipersiapkan konsep-konsep yang kemudian dapat dikembangkan di dalam perundingan-perundingan selanjutnya, sehingga mampu menghasilkan kemenangan di dalam diplomasi perjuangan Republik Indonesia. Kemenangan itu tercermin dengan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh dunia internasional, khususnya oleh Belanda pada akhir tahun 1949.
Pengakuan kedaulatan terhadap Indonesia itu berkat dukungan kuat dari hasil perjuangan bersenjata rakyat bersama-sama dengan angkatan perang Indonesia, yang ternyata lebih gigih dari angkatan perang Belanda. Akhirnya Belanda terkucil di forum internasional.
Konsep Politik Luar Negeri Republik Indonesia secara ideal dan konstitusional tercantum di dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945. Sedangkan secara terperinci penjabarannya untuk pertama kali dirumuskan oleh Badan Pekerja Komite Nasional dirumuskan tanggal 17 Oktober 1945. Masalah ini terdesak oleh situasi dan kondisi saat itu, karena konsep perjuangan yang jelas belum pernah dirumuskan. Sejak saat itu perjuangan diplomasi dijadikan prioritas utama.
Latar belakang pertemuan informal pertama Indonesia-Belanda tanggal 23 Oktober 1945, berhasil mendorong pemerintah Indonesia untuk bersedia mengeluarkan pernyataan bersama (komunike) tanggal 25 Oktober 1945. Pernyataan bersama itu menyatakan pentingnya masalah perdamaian yang kekal di kawasan Lautan Teduh. Patut dicatat pula Maklumat Pemerintah tanggal 27 Oktober 1945 menyatakan bahwa perjuangan bangsa Indonesia dilaksanakan berdasarkan peri kemanusiaan dan Indonesia merupakan negara hukum. Sebagai negara hukum, dasar yuridis menjadi pegangan Indonesia sejak awal perundingan dengan pihak Belanda.
Keputusan lain yang menjadi dasar konsep politik luar negeri dan diplomasi perjuangan Indonesia, adalah Maklumat (manifes) Politik Republik Indonesia tanggal 1 November 1945. Agar bangsa Indonesia dan dunia internasional dapat memahami sikap pemerintah Indonesia, sehingga tidak terpengaruh oleh propaganda Belanda. Selama ini Belanda selalu menghembuskan berita-berita sumbang, bahwa Republik Indonesia itu adalah ciptaan Jepang dan beraliran komunis. Upaya menepis berita sumbang itu merupakan langkah prioritas utama diplomasi Republik Indonesia.
Perlu diketahui pidato Presiden Soekarno di depan angkatan Pemuda yang memilih jalan penyelesaian melalui kekerasan bersenjata, mendahului Maklumat Politik itu awal September 1945 menekankan bahwa perjuangan diplomasi merupakan syarat utama bagi eksistensi Republik Indonesia di dunia internasional. Namun kegiatan diplomasi tersebut harus didasari kekuataan paksaan, yang tidak saja bersumber pada bangsa Indonesia, antara lain melalui kekuatan bersenjata, namun juga melalui kekuatan opini dunia internasional.
Presiden Soeharto dalam amanatnya pada hari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Ke-49 tanggal 5 Oktober 1994, antara lain menjelaskan, bahwa dalam perjuangan mengemban amanat rakyat, ABRI telah melakukan tiga misi besar sejarah. Yakni, dalam perang kemerdekaan bersama rakyat ABRI berhasil memberikan dukungan kekuatan kepada perjuangan diplomasi guna memperoleh pengakuan kedaulatan dari dunia internasional.
. . . bersambung
No comments:
Post a Comment