. . . sambungan
Pada 9 Januari 1946 telah diadakan pembicaraan yang dipimpin Brigadir Jenderal Wingrove dari Markas Besar Sekutu dengan Mayor Jenderal Sudibyo yang mewakili Markas Besar Tentara Kemanan Rakyat. Tentara Sekutu meminta bantuan Tentara Keamanan Rakyat untuk mengungsikan sejumlah APWI yang masih berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang berjumlah antara 14.000 hingga 15.000 orang. Pihak Republik Indonesia setuju untuk memberi bantuan. Hanya kesulitannya adalah menentukan lokasi mereka karena tersebar diseluruh wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Meskipun demikian Tentara Keamanan Rakyat setuju untuk mengangkut semua APWI dari pedalaman Pulau Jawa ke Jakarta dengan beberapa syarat :
- Keamanan harus dijamin.
- Penting bagi Tentara Keamanan Rakyat mempersiapkan pendapat umum.
- Semua pertempuran harus dihentikan.
- Tentara Keamanan Rakyat harus daoat menempatkan pengawalan APWI dalam perjalanan.
- Harus ada jaminan bahwa APWI dikemudian hari tidak dipersenjatai dan tidak digunakan untuk memerangi Republik Indonesia.
Perundingan kedua pihak kemudian dilanjutkan dengan masalah pengangkutan bekas tentara Jepang. Pihak Sekutu tentu tidak mungkin memberikan data yang tepat tentang jumlah mereka. Menurut perkiraan masih terdapat sekitar 30.000 orang di Jawa Tengah dan 11.500 orang di Jawa Timur.
Pihak Sekutu mempertanyakan, bagaimana pihak Indonesia akan melaksanakan pengangkutan dari pedalaman Jawa ke tiga pelabuhan yang dikuasai Sekutu, yaitu Jakarta, Semarang dan Surabaya.
Semua senjata milik tentara Jepang akan dimusnahkan dan Indonesia dapat mengirimkan wakilnya untuk menyaksikan bahwa senjata-senjata itu tidak jatuh ke tangan Belanda.
Menurut pihak Republik Indonesia, semua bekas tentara Jepang di Surabaya dan Semarang harus dilucuti. Pasukan Tentara Keamanan Rakyat akan mengambil posisi di sekeliling kota, kemudian mereka akan masuk ke dalam kota untuk menjaga ketertiban hukum. Tentara Keamanan Rakyat akan menyerahkan bekas tentara Jepang di pelabuhan kepada tentara Sekutu.
Persyaratan ini tidak dapat diterima oleh Sekutu, karena berarti Semarang dan Surabaya harus dikosongkan oleh tentara Sekutu. Kalau pihak Indonesia tidak dapat menyalurkan bekas tentara Jepang di kedua kota tersebut, Sekutu bersedia menerima mereka di Jakarta.
Risalah rapat 10 Januari 1946 mengenai pertemuan diuraikan sebagai berikut :
Perundingan utama antara Sekutu dan Pimpinan POPDA, ditinjau dari hukum internasional, merupakan kegiatan internasional. Operasi POPDA di Indonesia yang diselenggarakan berdasarkan perundingan tanggal 10 Januari 1946 yang dilakukan di Jakarta dan dihadiri anggota staf Markas Besar Sekutu dan anggota Markas Besar Tentara.
Risalah rapat Markas Besar Tentara Sekutu di Jakarta tanggal 9 Januari 1946 dimuat juga dalam tulisan ini. Begitu pula isi surat dari Panglima Angkatan Bersenjata di Timur (Helfrich) kepada Menteri Peperangan Umum Kerajaan Belanda (Schermerhorn) tanggal 18 Januari 1946.
. . . bersambung
No comments:
Post a Comment