Perjanjian gencatan senjata dalam peristiwa Surabaya merupakan suatu perjanjian sementara antara Presiden Soekarno dari Republik Indoensia dengan Brigadier Mallaby dan dilaksanakan di Surabaya pada 19 Oktober 1945. Isinya :
- Perjanjian diadakan antara Panglima Pendudukan tentara Inggris dengan Presiden Soekarno, Presiden Republik Indonesia untuk memelihara ketenteraman kota Surabaya.
- Demi ketenteraman diadakan penghentian tembak-menembak oleh kedua belah pihak.
- Keselamatan tiap orang (termasuk interniran) akan dijamin oleh kedua belah pihak.
- Syarat-syarat yang tercantum dalam surat selebaran yang dijatuhkan melalui pesawat terbang pada 27 Oktober 1945 akan dibicarakan pada 30 Oktober 1945 (keesokan harinya) antara Presiden Soekarno dengan Panglima Tertinggi Tentara Pendudukan Inggris.
- Pada malam itu setiap orang bebas bergerak ke mana saja, baik orang Indonesia maupun Inggris.
- Semua pasukan akan masuk dalam tangsinya masing-masing. Semua korban luka-luka di angkut ke rumah sakit, dan dijamin keselamatannya oleh kedua belah pihak.
Pelaksanaan perjanjian gencatan senjata tersebut di atas diumumkan oleh Kementerian Penerangan pada siang hari 30 Oktober 1945, termasuk antara lain perintah melalui selebaran agar Tentara Keamanan Rakyat menyerahkan senjata dicabut/dilarang dan Tentara Keamanan Rakyat diakui dapat melanjutkan penggunaan senjata. Gencatan senjata serta persetujuan pelaksanaannya merupakan indikasi bahwa Inggtis mengakui Republik Indonesia telah mempunyai status internasional sebagai pihak yang sedang berperang (belligerent) bukan sedang melakukan pemberontakan (insurgency) biasa.
Disayangkan bahwa pada 20 Oktober 1945 Brigadir Mallaby mati terbunuh. Namun pertempuran sengit yang terjadi di Surabaya telah menyadarkan Inggris bahwa perang kemerdekaan yang didukung oleh seluruh massa rakyat untuk membela dan mempertahankan wilayah Republik Indonesia, tidak dapat dihapus dengan mudah. Hal itu, kemduian mendorong Inggris untuk mengubah kebijaksanaannya terhadap Republik Indonesia yang oleh George Mc.T. Kahin dilukiskan sebagai suatu jalan keluar untuk menyelesaikan tugas Sekutu.
"Dan kini harus ditemukan suatu sarana dasar untuk berunding dengan para pemimpin Indonesia. Berdasarkan suatu kenyataan yang ditemuinya di lapangan, maka Inggris mengambil sikap tegas terhadap Belanda yang menolak untuk berunding dengan pihak Republik Indonesia. Selanjutnya pihak Inggris harus mengadakan tekanan keras terhadap Belanda sampai tercapai suatu situasi damai yang benar-benar efektif."
. . . bersambung
No comments:
Post a Comment