Operasi pengangkutan POPDA berdasarkan mandat KNIP yang diberikan kepada pemerintah (Kabinet Sjahrir II, 12 Maret 1946). Mandat yang terdiri dari 12 pasal itu, dalam angkutan interniran di daerah yang dikuasai Indonesia dialkukan berdasarkan Manifesto Politik Repubik Indonesia 1 November 1945. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sebelum itu operasi angkutan tidak dilakukan berdasarkan mandat Pemerintah.
Ditinjau dari sejarah alam kurun waktu operasi POPDA teramat singkat (24 April - November 1946, hanya 145 hari) berhubung terdapat gangguan, untuk diuraikan bagaimana diplomasi turut memainkan peranan.
Van Mook tanggal 4 September 1945 mengirim telegram kepada Laksamana Mountbatten yang isinya mendorong agar Sekutu hanya berhubungan dengan Jepang saja dan tidak dengan Indonesia. Pada 15 September 1945, ketika NICA ikut mendarat dengan kapal Sekutu HMS Cumberland, Abdulkadir Widjojoatmojo (Kepala NICA) mengusulkan pada 24 September 1945 agar pada waktu masuk ke Batavia, Belanda memakai bendera Cina, Inggris, Australia, Amerika Serikat dan Uni Soviet. Hal ini merupakan tantangan bagi Belanda yang kemudian dijawab (sebagai diplomaticc encounter) oleh Presiden Soekarno dalam suratnya kepada Laksamana Mountbatten tanggal 30 September 1945 yang memperingatkan bahwa Indonesia kini sudah merupakan suatu kenyataan.
Menurut Jenderal A.H Nasution dalam bukunya Sekitar Perang Kemerdekaan II, (jilid II, III dan IV) ia telah memepringatkan Sekutu agar,
"Tentara Republik Indonesia mengawasi kalau bersama RAPWI turut serta pula orang-orang NICA. Jika terbukti demikian, tanpa provokasi, pasti akan terjadi pertempuran, dan pemuda Indonesia tidak segan-segan menghadapi tentara Inggris yang modern."
Sehubungan dengan itu, Letnan Jenderal Christison menyatakan :
"Tentara Inggris dan India tidak mempunyai tujuan politik dan tentara Sekutu tidak terlibat dalam politik nasional".
Sementara itu, Sekutu telah pula mengadakan tekanan terhadap Belanda. Christison juga mengharapkan agar para pemimpin Indonesia memperlakukan dirinya serta tentara Sekutu (pasukan India) sebagai tamu, dan memberikan jaminan bahwa tujuan utama kedatangan utama mereka adalah untuk melucuti senjata tentara Jepang dan memulangkannya kembali ke Jepang.
Menilai keadaan di Jawa serius dan menurut Letnan Jenderal Christison Indonesia sangat kuat, maka guna kelancaran tugas yang diembannya, dia berani meminta bantuan lebih jauh kepada Indonesia. Bahkan di luar kewenangan yang telah diberikan padanya karena mengingat bahwa operasi Sekutu di jawa dan bagian Indonesia lainnya sangat terbatas, maka dia mengimbau agar para pejabat Indoensia tetap bertanggung jawa atas jalannya pemerintahan dalam wilayah yang dikuasai pihak Republik Indonesia. Hal itu sebenarnya bertentangan dengan instruksi dari pusat.
Bagi Letnan Jenderal Christison, untuk kelancaran tugas dan terlaksana dengan baik, tidak ada pilihan lain kecuali mengakui de facto Republik Indonesia. Letnan Jenderal Christison mengimbau agar Laksamana Mountbatten memberikan nasihat kepada Van Mook untuk mengakui keberadaan atau eksistensi Republik Indonesia. Surat Mountbatten kepada Van Mook antara lain berbunyi :
"Sebaiknya Van Mook pergi ke Negeri Belanda dan memberikan saran kepada pemerintah serta gambaran keadaan yang sebenarnya, dan menghadapi kenyataan bahwa Indonesia telah menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Pemerintah Indonesia telah berjalan dengan baik di bawah kepimpinan Soekarno".
Tindakan tentara, rakyat dan pemuda Indonesia itu telah meyakinkan Jenderal Christison setelah mendengarkan nasihat Mayor Jenderal Chambers yang mengatakan :
. . . bersambung
No comments:
Post a Comment