Situasi dan kondisi pada masa menjelang perundingan Hoge Veluwe, Indonesia, Belanda dan Inggris saling bertentangan. Selain itu, kecurigaan intern yang tertanam di kubu pejuang Indonesia dan di dalam kubu Belanda, menjadi kendala yang sering kali menghambat manuver diplomasi. Ini sangat mempengaruhi efektivitas diplomasi dalam menyelesaikan persengketaan secara tepat, tuntas dan cepat.
Meskipun perbedaan selalu timbul, terdapat persamaan pendapat khususnya pihak-pihak yang memilih prioritas melaui jalur diplomasi, baik Indonesia, Belanda dan Inggris. Mereka berupaya agar dapat segera melakukan penyelesaian secara diplomasi untuk menghindari pertumpahan darah yang berkepanjangan dan menelan korban nyawa serta materi.
Terjadi a race against time (berlomba dengan waktu) karena unsur-unsur dari kedua pihak mengecam cara-cara diplomasi. Mereka beranggapan jalur diplomasi sebagai pengkhianatan belaka. Setiap konsesi dan kompromi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara memuaskan, akan dijadikan senjata untuk membuktikan kesalahan penyelesaian melalui diplomasi. Ini memperkuat keinginan untuk menyelesaikan persengketaan di medan perang.
Pada posisi seperti terungkap di atas, para diplomat Indonesia dan Belanda sibuk menguras otak dan ketrampilan bersilat lidah berhadapan di meja perundingan, serta harus gigih menghadapi pihak yang menentang jalur diplomasi di negara masing-masing.
Diplomasi Inggris saat itu harus diakui sebagai faktor penekan yang efektif. Inggris memaksa kedua pihak yang bersengketa untuk selalui kembali ke meja perundingan, walau berulang kali mengalami jalan buntu. Ditinjau dari kepentingan strategi dan manuver diplomasi perjuangan Republik Indonesia, tekanan Inggris sangat menguntungkan. Antara lain, untuk mempercepat posisi Indonesia segera memperoleh pengakuan dunia internasional terhadap eksistensi Republik Indonesia. Selain itu untuk memenangkan waktu dalam melakukan konsolidasi kekuatan di dalam negeri (angkatan perang, aparatur pemerintah, dan lain-lain).
Peranan Inggris sebagai penengah, langsung atau tidak langsung merupakan faktor pendukung yang positif dalam diplomasi perjuangan Indonesia. Di dalam bukunya Van Mook menulis :
". . . Voorts bleek duidelijk, dat de Britten alles wilden vermijden hetgeen hen in strijd zou kunnen brengen met de republikeinen. . . " (jelas bahwa pihak Inggris ingin menghindari permusuhan dengan pihak pejuang Republik Indonesia).
No comments:
Post a Comment