. . . lanjutan
Delegasi Perancis tetap bungkam dan dalam pemungutan suara berikutnya tetap abstain, sedangkan sebelumnya dalam mendukung kedudukan Belanda pernah memveto resolusi Uni Soviet.
Dari kenyataan ini jelaslah bahwa kedudukan Belanda di Dewan Keamanan makin bertambah merosot. Satu-satunya dukungan yang masih diperolehnya hanyalah "lone ranger" dari delegasi Belgia.
Meskipun demikian resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa 24 Desember 1948 dan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa 28 Desember 1948 yang hanya menuntut penghentian permusuhan dan pembebasan pemimpin Republik Indonesia masih dianggap belum memuaskan, terlebih lagi karena tidak dihiraukan oleh Belanda, namun pendapat umum Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa sudah mulai mengalami perubahan yang tidak menguntungkan bagi kepentingan Belanda. Dalam rapat 29 Desember 1948 Jessup mengatakan bahwa :
"Dewan Keamanan harus mempertimbangkan tidak hanya kenyataan bahwa penjelasan telah diberikan, tetapi juga isi daripada penjelasan itu sendiri."
"Bukan saja mengenai kasus gencatan senjata dan juga mengenai pembebasan tawanan politik, Belanda tidak mampu menunjukkan kepatuhannya terhadap resolusi."
"Mengacu pada keterangan van Roijen bahwa Perdana Menteri Belanda Drees dalam masa tidak berapa lama lagi akan berangkat dalam rangka mengadakan konsultasi dengan wakil-wakil semua bagian Indonesia tanpa pengecualian. Jessup menjelaskan bahwa "seseoran hanya akan menyesalkan bahwa tindakan seperti itu tidak dilakukan menurut saran-saran yang berkali-kali diberikan terutama oleh Komisi Jasa-Jasa Baik, sebelum memaksakan tindakan bersenjata yang sekarang ini."
Tanpa mengambil keputusan yang pasti, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengakhiri sidangnya di Paris dan tidak mengadakan sidang di Lake Success hingga 7 Januari 1949. Pada 6 Januari 1949, wakil Amerika Serikat dalam Komisi Jasa-Jasa Baik, Merle Cochran menerima instruksi dari State Department yang memerintahkannya kembali ke Washington untuk mengadakan konsultasi. Keberangkatannya dari Jakarta berteparan dengan dimulainya halaman baru dalam sidang Dewan Keamanan. Mulai dengan sidang tanggal 11 Januari 1949, Dewan Keamanan mulai berurusan dengan segi politik sengketa Indonesia.
Mendasarkan pendapatnya atas fakta-fakta yang disampaikan oleh Komisi Jasa-Jasa Baik, Jessup mengumumkan bahwa dilanjutkannya permusuhan untuk masa seminggu sudah diterimanya resolusi Dewan Keamanan 24 Desember 1949 adalah merupakan "tindakan pembangkangan yang nyata" yang "tidak ada alasan... yang dapat menyembunyikannya," dan bahwa Belanda telah melanggar Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Amerika Serikat yakin bahwa Dewan Keamanan "tidak berniat untuk menyetujui tindakan yang mengkonsolidasikan kemenangan yang didapat sebagai hasil pembangkangan dari perintah Dewan Keamanan." Pernyataan itu merupakan pernyataan pertama Amerika Serikat yang mencela sikap Belanda selama masalah Indonesia dibahas oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Bersamaan dengan kecaman itu, Amerika Serikat juga menyerang sikap pembangkangan Belanda terhadap Komisi Jasa-Jasa Baik Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Sejajar dengan tuduhan Merle Cochran bahwa Belanda dengan sengaja telah melemahkan Republik Indonesia dan menghadapkannya dengan pemerintah sementara yang dibuat-buat. Padahal Republik Indonesia senantiasa mengasosiakan dirinya dengan pemerintah itu tapi dia tidak diperbolehkan ikut membentuknya. "Sesudah menekankan bahwa Republik Indonesia adalah lambang kesatuan politik dan jantung dari semangat kebangsaan Indonesia yang tidak mungkin dapat dipadamkan dengan tindakan militer, Jessup mendesak agar perundingan dilanjurkan kembali berdasarkan rencana Merle Cochran. Tanggal yang pasti ditentukan untuk mengadakan pemmilihan umum dan penyerahan kedaulatan serta tentara Belanda harus ditarik kembali pada tanggal tertentu. Dan secepat mungkin pendudukannya agar diakhiri secara tuntas sebelum kedaulatan diserahkan.
Perubahan sikap yang senada kurang lebih tercermin pula dari keterangan-keterangan anggota Dewan Keamanan lainnya seperti Tsiang wakil Cina yang mengumumkan bahwa Dewan Keamanan harus mengusahakan peranan yang lebih positif mengenai Indonesia di masa depan. Kegagalan dalam masalah Indonesia akan merupakan bencana bagi Perserikatan Bangsa-Bangsa, seperti halnya kegagalan Liga Bangsa-Bangsa dalam soal Abyssinia dan Manchuria. Begitu pula halnya wakil Inggris yang mulai bergeser dari sikapnya yang pro-Belanda dapat disaksikan dalam permintaan Alexander Cadogan agar diberi jaminan bahwa tawanan dapat dibebaskan dan "wakil yang terkenal" dari Republik Indonesia diikut sertakan dalam pemerintahan sementara.
TITIK BALIK - SELESAI.
No comments:
Post a Comment