Dengan resolusi tanggal 28 Januari 1949 itu, Belanda tidak dapat mengembangkan kemahirannya, karena di samping isinya cukup rinci, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa sudah menetapkan interpretasi Dewan Keamanan c.q. UNCI yang dianggap sah.
Bagi Belanda persoalan itu menjadi serba salah. Menerima resolusi berarti Belanda harus melenyapkan impian menjadi pemilik yang sah di "Ons Indie" (Hindia Kami) dan menolak resolusi berarti mengadakan konfrontasi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang secara langsung akan berarti bermusuhan dengan seluruh dunia.
Agresi Militer Kedua merupakan kemenangan bagi Belanda namun akhirnya merupakan kegagalan yang banyak memakan korban. Jenderal Spoor telah berhasil mencapai sasaran militernya (meskipun pendudukan aktif hanya terbatas pada kota-kota dan pada garis komunikasi utama), kaum Federalis yang diandalkan Belanda telah mulai mengadakan pendekatan yang berarti kepada Republik Indonesia. Amerika Serikat telah menghentikan bantuan Marshall kepada Hindia-Belanda, pendukung Republik Indonesia melaksanakan perang gerilya atas keputusan kabinet yang dilanjutkan PDRI, wujud Republik Indonesia dalam perkembangan politik yang akan datang telah dijamin oleh Keputusan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 28 Januari 1949.
Belanda keliru memperhitungkan pengaruh operasi militer terhadap Republik Indonesia. Benar, bahwa pasukan Belanda dapat menguasai sekurang-kurangnya secara nominal hampir seluruh Pulau Jawa dan sebagian besar wilayah Sumatera, Tapi perhitungan Belanda bahwa kepemimpinan Republik Indonesia akan mengalami disintegrasi, ternyata tidak terjadi.
Belanda juga tidak mengira bahwa reaksi negara-negara Asia begitu hebat. Sehingga begitu berpengaruh terhadap sikap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tetapi perkiraan Belanda gagal total, terutama dalam memperhitungkan reaksi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Seperti yang diungkapkan oleh wakil Inggris Sir Alexander Cadogan, 25 Januari 1949 bahwa "di masa lalu dari mana kita datang, Dewan Keamanan menghadapi keharusan untuk mengambil tindakan dengan melewati batas, yang biasanya tidak pernah dilangkahinya."
Dengan kata lain, Dewan Keamanan telah sampai pada kesimpulan bahwa mereka tidak mempunyai alternatif tapi terpaksa meninggalkan sikap sebelumnya yang hanya mengadakan jasa-jasa baik dan sebaliknya mengambil sikap yang lebih positif untuk menyelamatkan Republik Indonesia yang telah mempunyai kedudukan sebagai satu pihak dalam sengketa internasional. Satu hal yang tidak begitu saja dapat ditiadakan dari agenda Dewan Keamanan walaupun dengan melakukan operasi militer.
Dengan diterimanya Resolusi 28 Januari itu, bagi Belanda hanya tinggal satu jalan lagi, yaitu mengadakan perundingan kembali dengan pemerintah yang dianggapnya sudah tidak ada.
Mengenai Resolusi Dewan Keamanan itu A.M Taylor menulis sebagai berikut :
"merupakan titik balik dalam nasib Belanda, Resolusi itu tidak saja dapat mencegah likuidasi Republik Indonesia yang menjadi tujuan utama dari aksi militer Belanda, tetapi telah mengakhiri politik Belanda yang secara berkesinambungan berupaya mengatur masalah Indonesia di luar Dewan Keamanan dan di luar Republik Indonesia."
No comments:
Post a Comment