Translate

Thursday, February 23, 2017

KOMISI JASA-JASA BAIK (BAGIAN 2)

. . . lanjutan

Terhadap misi yang diajukan Australia dan Amerika Serikat, delegasi Polandia, pada 25 Agustus 1947 mengajukan satu amandemen yang menuntut agar membentuk Komisi Arbitrasi yang terdiri dari kesebelas anggota Dewan Keamanan. Amandemen Polandia dan rancangan Resolusi Australia hanya memperoleh tiga suara yang mendukung. Diterimanya usul Amerika Serikat oleh Dewan Keamanan melahirkan apa yang kemudian disebut Jasa-Jasa Baik Dewan Keamanan mengenai masalah Indonesia.
Hal itu merupakan satu usul kompromi Dewan Keamanan mendukung posisi Belanda dengan menolak permintaan Republik Indonesia untuk arbitrasi. Pada pihak lain dengan mengambil keputusan supaya Dewan Keamanan yang menawarkan jasa-jasa baik dan bukan pihak luar, maka resolusi untuk mengadakan Komisi Jasa-Jasa Baik itu adalah memenuhi tuntutan Republik Indonesia bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa  seharusnya senantiaa bertindak langsung dalam perundingan politik.

Pada akhirnya komposisi Komisi Jasa-Jasa Baik menjamin bahwa masing-masing pihak diwakili oleh seorang anggota yang mereka pilih sendiri. Dan anggota ketiga pada gilirannya harus dapat diterima oleh kedua pihak. Pada 4 November 1947, Belanda memberitahukan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan surat, bahwa dia telah menunjuk Belgia sebagai wakil Belanda dalam Komisi Jasa-Jasa Baik. Dan dua minggu kemudian Ketua Dewan telah diberitahu pula bahwa Australia akan bertindak sebagai wakil Indonesia. Pada hari yang bersamaan Menteri Luar Negeri Australia dan Belgia memberitahukan Ketua bahwa mereka telah memilih Amerika Serikat sebagai anggota Komisi Ketiga.

Dari tokoh-tokoh yang dipilih untuk menjadi anggota Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tersebut dapat dipahami, bahwa ketiga negara yang terlibat dalam sengketa Indonesia - Belanda itu sepenuhnya menginsyafi pentingnya tanggung jawab yang dibebankan Dewan Keamanan untuk mencari penyelesaian. Sebagai anggota, pemerintah Amerika Serikat telah menunjuk Dr. Frank Graham, seorang pakar pendidikan terkenal dan Presiden Universitas North Carolina. Pemerintah Belgia menunjuk manta Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Mr. Van Zeeland dan pemerintah Australia menunjuk Judge Kirby.

Sejak dibentuknya Komisi Jasa-Jasa Baik Perserikatan Bangsa-Bangsa (Agustus 1947) hingga dilancarkan Belanda Agresi Militer Kedua (tanggal 19 Desember 1948), sengketa Indonesia - Belanda berjalan di bawah pengawasan Komisi Jasa-Jasa Baik itu. Dalam masa kurang lebih satu tahun empat bulan, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah bergulat dengan sengketa Indonesia - Belanda dan menerima 11 resolusi dalam rangka mencari penyelesaian sengketa tersebut. Berkat kerja keras Komisi Jasa-Jasa Baik, Persetujuan Renville pun telah berhasil ditandatangani oleh kedua pihak yang bersengketa pada 14 Januari 1948.

Sayangnya Persetujuan Renville tidak dapat menjamin tercapainya penyelesaian sengketa secara tuntas. Sebaliknya sesudah Persetujuan Renville, Belanda mulai bertambah serakah. Belum lagi kering tinta penandatanganan persetujuan, perang interpretasi mengenai pasal-pasal Persetujuan Renville telah mulai berkecamuk. Pemerintah Amir Sjariffudin meletakkan jabatan. Demi untuk mencegah terjadinya kekosongan dalam menghadapi suasana yang semakin hari semakin gawat, Presiden Soekarno pada 29 Januari 1948 membentuk kabinet presidensial di bawah pimpinan Wakil Presiden Mohammad Hatta.

Saat itu terjadi pula pertukaran anggota Komisi Jasa-Jasa Baik Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pemerintah Belgia menunjuk Herremans untuk menggantikan Van Zeeland, pemerintah Australia menunjuk Mr. T. Critchley sebagai ganti Judge Kirby dan pemerintah Amerika Serikat menggantikan Dr. Frank Graham dengan Mr. Dubois, yang kemudian diganti lagi oleh seorang diplomat senior, Mr. Merle Cochran.

Semuanya itu tidak memperbaiki suasana. Hal itu adalah karena Belanda tidak jujur dalam perundingan dengan hanya menggunakannya sebagai masa tenggang mempersiapkan diri untuk menghancurkan Republik Indonesia dengan kekuatan senjata.

Oleh sebab itu, tercapainya Persetujuan Renville sebenarnya belum berarti apa-apa dalam penyelesaian sengketa Belanda - Indonesia. Bahkan dalam pelaksanaan Persetujuan Renville mengalami kemacetan dimana-mana.

Komisi Jasa-Jasa Baik (Selesai).

No comments:

Post a Comment