Translate

Wednesday, December 16, 2015

KONTAK DENGAN AMERIKA SERIKAT (BAGIAN 4)

. . . lanjutan

Ancaman bahwa bantuan Marshall kepada Belanda akan dihentikan oleh Amerika Serikat bila Belanda tetap membangkang menyebabkan Belanda mundur. Pada sisi lain, Republik Indonesia harus menerima status quo seperti terjadi sesudah tindakan Agresi Militer Kedua, dengan ketentuan tambahan bahwa Belanda akan mengundurkan diri dari Yogyakarta, sehingga pemerintah Republik Indonesia dapat dikembalikan ke ibukotanya. Pemerintah Amerika Serikat juga memaksa Belanda agar menepati janjinya untuk mengadakan Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada waktu sesingkat mungkin. Dalam kesempatan itu masalah penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat akan dibicarakan. Selain itu pemerintah Amerika Serikat berjanji akan memberikan bantuan keuangan dan ekonomi kepada Republik Indonesia Serikat sesudah terlaksananya penyerahan kedaulatan.
Berubahnya pendapat umum yang mengakibatkan perubahan politik luar negeri Amerika Serikat terhadap Belanda tidak dapat dilepaskan dari usaha yang dilancarkan oleh pejuang-pejuang Indonesia di Amerika Serikat. Hal itu diakui oleh George McTurnan Kahin ketika ia menulis bahwa :

"However, to some extent, suppression of news from Indonesia was compensated for by the exceptionally able and tireless work in the Republic's behalf performed by its representatives abroad, in particular its brilliant observation mission to the United Nations headed by L.N Palar and his deputy, Soedjatmoko Mangoendiningrat, and two particularly dynamic individuals who exerted their efforts chiefly in Washington and New York, Dr. Sumitro Djojohadikusumo (Minister Plenipotentiary for Economic Affairs) and Soedarpo Sastrosatomo (Press Officer with the U.N Observer Mission)."

"Bagaimanapun kenyataan ditekannya berita-berita dari Indonesia, sebagian dari padanya dapat diimbangi oleh kelihaian yang luar biasa dan kerja keras yang ditunjukkan oleh wakil-wakil Republik, secara menonjol oleh misi pengamat Republik Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diwakili oleh L.N Palar dan wakilnya Soedjatmoko Mangoendiningrat, dan dua orang pribadi dinamik lain yang usahanya sangat mengesankan, terutama di Washington dan New York, Dr. Sumitro Djojohadikusumo (yang berpangkat Menteri Berkuasa Penuh/Minister Plenipotentiary dalam bidang ekonomi) dan Soedarpo Sastrosatomo (Kepala Pers pada Misi Pengamat Perserikatan Bangsa-Bangsa)."

Peran yang dimainkan oleh beberapa perintis perjuangan Indonesia di Amerika Serikat itu memang sudah ada tempatnya. Hal itu diuraikan oleh P.J. Drooglever sebagai berikut :

"Meskipun undangannya dirumuskan oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa sedemikian rupa sehingga tidak menyinggung kompetensi Dewan maupun status Republik Indonesia, tindakan ini berarti bahwa sejak saat itu Republik Indonesia berhak untuk didengar dalam badan internasional yang tertinggi yang tentunya sangat mempertinggi gengsinya... Bagi Republik Indonesia dengan sendirinya terbuka sebuah arena kegiatan diplomatik dalam jangka dua minggu di New York dan Washington, sehingga menjadi sangat mendesak untuk menempatkan wakil-wakilnya di sana. Kebetulan ketika timbul kebutuhan akan sebuah perwakilan, di Amerika Serikat sudah ada beberapa wakil Republik. Bulan April 1947, adik Soetan Sjahrir, Soetan Sjahsam, tiba di New York sebagai komisioner perdagangan. Bulan Juli, beberapa minggu sebelum aksi bersenjata pecah, sebuah delegasi yang agak besar yang terdiri dari Sumitro Djojohadikusumo, Thambu, dan Soedjatmoko, tiba di kota ini. Kini mereka menjadi inti dari sebuah delegasi Republik Indonesia yang tetap untuk Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang tak lama kemudian akan dibantu oleh Soetan Sjahrir dan L.N. Palar. Soetan Sjahrir menjadi jurubicara utama bagi Republik Indonesia selama rangkaian diskusi pertama mengenai masalah Indonesia dalam bulan Agustus dan September 1947. Tak lama kemudian ia pulang ke Indonesia untuk bertindak sebagai penasehat utama untuk urusan internasional dalam Kabinet Hatta. L.N. Palar seorang mantan anggota Parlemen Belanda, yang berusaha mengadakan persesuaian paham antara Belanda dan Indonesia, kini sepenuhnya berpihak kepada Republik Indonesia ketika perang meledak. Ia akan menetap di New York sebagai wakil Indonesia pada Perserikatan Bangsa-Bangsa selama tahun-tahun mendatang."

Tidak dapat disangkal bahwa mereka merupakan satu-satunya kelompok yang waktu itu ditakdirkan mau tak mau harus memikul tanggung jawab dan bertindak atas nama Republik Indonesia dalam berbagai macam kemampuan, apakah sebagai wakil, sebagai information officer, sebagai pressure group, sebagai lobbyist, atau sebagai juru bicara dan sebagainya. Ternyata mereka sungguh-sungguh telah berhasil mengemban tugas membela negara.

No comments:

Post a Comment