Laksamana Lord Louis Mountbatten sebagai Komandan Asia Tenggara menyatakan maksud pendaratan Sekutu di Indonesia sebagai berikut :
- Tujuan pendaratan Sekutu ialah untuk melucuti tentara Jepang dan mengembalikan mereka ke tanah airnya;
- Melepaskan tawanan perang Sekutu dan iterniran (APWI);
- Menjaga keamanan dan ketenteraman.
Adapun tujuan (1) dan (2) diuraikan dalam postingan berikutnya (POPDA), sedangkan dibagian ini hanya disinggung tujuan (3) mengenai pemeliharaan keamanan dan ketenteraman.
Bagi bangsa Indonesia pernyataan Mountbatten masih merupakan tanda tanya bagi nasib Indonesia, karena dalam butir (3) dikatakan bahwa tentara Sekutu akan mempertahankan keamanan dan ketenteraman, dapat diartikan mempertahankan status quo ante bellum. Bagi Sekutu istilah status quo ante bellum berarti kedaulatan atas Indonesia sebagai bekas jajahan Belanda berada di tangan Belanda. Sedangkan bangsa Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, berpendirian bahwa negara Republik Indonesia telah berdiri menggantikan jajahan Belanda.
Tentara Sekutu yang melihat kenyataan bahwa Republik Indonesia telah berkuasa di Pulau Jawa dan Sumatera akhirnya menyangsikan keterangan Belanda yang mengatakan bahwa rakyat Hindia Belanda masih "patuh dan setia" pada pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia adalah buatan Jepang serta pemimpinnya adalah kaum ekstremis yang ternyata tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Sebagai akibatnya, mereka mengubah sikap dengan mendekati Republik Indonesia demi berhasilnya tugas kewajiban mereka di Indonesia.
Laksamana Mountbatten mempunyai pandangan yang lebih luas daripada Belanda. Hal itu antara lain adalah berkat info tambahan yang diperoleh Sekutu dari rombongan perintis di bawah pimpinan Mayor A.G. Greenhalgh yang pertama diterjunkan di lapangan udara Kemayoran, keterangan Jenderal Yamamoto dan saksi mata Letnan Kolonel Lawrence van der Post, Letnan Kolonel Maisy dan Wing Commander Davis.
Untuk mengetahui apa yang terjadi di Indonesia maka Komando Asia Tenggara mengirimkan Mayor A.G. Greenhalgh dengan enam orang anak buahnya di lapangan Kemayoran Jakarta. Dalam laporan pertamanya, Mayor Greenhalgh menyatakan bahwa "akan sangat membantu jika pada tingkat pertama pendudukan dilakukan hanya dengan menggunakan pasukan Inggris." Laporan pertama itu merugikan kepentingan Belanda, karena dengan demikian Laksamana Mountbatten tidak mengizinkan pendaratan Belanda secara besar-besaran, untuk menjaga jangan sampai terjadi pertempuran yang melibatkan pasukan Inggris.
Jenderal Yamamoto menyampaikan laporannya kepada Laksamana Muda W.R. Patterson di kapal perang Cumberland, pada waktu dia diminta pertanggungjawaban tentang keterlibatan dan keamanan di Jakarta berhubung dengan diselenggarakannya rapat raksasa di lapangan Ikada pada 19 September 1945. Dalam penjelasannya Jenderal Yamamoto mengatakan bahwa rakyat Indonesia sangat benci kepada Belanda, dan untuk menghindari pertumpahan darah, agar kepada mereka yang dipimpin Soekarno-Hatta dijanjikan kemerdekaan.
Laksamana Mountbatten juga mendapatkan laporan keadaan sebenarnya di Pulau Jawa dan Sumatera dari Letnan Kolonel Lawrence van der Post seorang perwira intelijen Inggris yang pernah ditawan Jepang dan Letnan Kolonel Maisy dan Wing Commander Davis yang masing-masing bertugas sebagai pemimpin rumah sakit untuk tawanan perang dan sebagai kepala kamp-kamp tawanan perang. Sesudah itu Laksamana Mountbatten menyatakan kepada van der Plas pada 27 September 1945 di Singapura, bahwa tidak seorang pun prajurit Inggris akan dipergunakan untuk mengembalikan kekuasaan Belanda. Pasukan Inggris hanya akan dipergunakan untuk menolong para tawanan Belanda.
No comments:
Post a Comment