Translate

Saturday, January 10, 2015

PERJANJIAN ANTARA KERAJAAN ACEH DAN KERAJAAN BELANDA (1857)

PERJANJIAN ANTARA KERAJAAN ACEH
DAN KERAJAAN BELANDA PADA MASA
SULTAN ALAUDDIN IBRAHIM MANSUR SYAH.

Bahwa pemerintah Hindia Belanda dan Seri Baginda Alauddin Ibrahim Mansur Syah, memandang perlu untuk membuat perjanjian perdamaian, persahabatan, dan perdagangan, sebagai perwujudan dari itikad baik yang dimiliki kedua belah pihak, dalam usaha mempererat serta meningkatkan perhubungan antara mereka guna kebahagiaan kerajaan dan rakyat.
Maka saya, Java van Swieten, Jenderal, Gubernur Sipil dan Militer Sumatera Barat, Ajudan Luar Biasa dari Yang Mulia Raja, pemegang Lambang Ketentaraan Willem kelas 3 dari Lambang Singa Belanda, atas nama dan oleh karenanya bertindak untuk Pemerintah Hindia Belanda bermusyawarah dalam hal ini dengan Yang Mulia Sultan Aceh, maka telah didapat keputusan tentang perjanjian berikut ini, sambil menunggu pengesahan oleh Yang Mulia Gubernur Jenderal Hindia Belanda.

Pasal 1
Sejak saat ini berlakulah perdamaian, persahabatan, dan pengertian yang baik antara Pemerintah Hindia Belanda dan Seri Baginda Sultan Aceh dan ahli warisnya.

Pasal 2
Rakyat Pemerintah Hindia Belanda dan rakyat Sultan Aceh, dalam usaha mencari nafkah yang layak, diperbolehkan pergi ke mana saja di dalam daerah Pemerintah Hindia Belanda dan daerah Sultan Aceh dengan ketentuan harus tunduk kepada peraturan-peraturan yang berlaku di tiap-tiap daerah, baik bagi yang mengadakan perjalanan singgahan maupun bagi mereka yang ingin menetap, dengan mendapat hak, fasilitas dan perlindungan, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi barang-barang yang dibawanya, seperti yang telah diberikan dan akan diberikan kepada rakyat negeri-negeri di atas angin, yang mendapat hak lebih banyak.

Pasal 3
Mengenai perlindungan dan pertolongan bagi kapal-kapal, perahu-perahu serta anak buahnya, demikian juga kesempatan berniaga, berlayar, dan berlabuh di semua perlabuhan Pemerintah Hindia Belanda dan Sultan Aceh, akan diberikan hak yang sama seperti yang telah berlaku bagi rakyat negeri-negeri sahabat lainnya. Semua kepala dan pegawai rendahan kedua belah pihak yang berada di bandar-bandar perniagaan dan pelabuhan akan diperintahkan untuk berlaku sopan dan sedapat mungkin memberi pertolongan kepada rakyat yang berkepentingan, juga kepada kapal-kapal dan perahu-perahu mereka, jangan sampai terdapat halangan pada waktu penyerahan, pemuatan, dan pemunggahan barang-barang dagangan mereka, dan manakala mereka memerlukan pertolongan dan di kala mereka membutuhkan makanan dan air. Hal ini disetujui untuk meningkatkan perniagaan dan melestarikan pelayaran serta menimbulkan gairah dan kegembiraan bagi rakyat kedua belah pihak.

Pasal 4
Pemerintah Hindia Belanda dan Seri Baginda Sultan Aceh melepaskan segala tuntutan dan hak terhadap hal-hal yang dipersengketakan sebelum perjanjian ini diikat, walau bagaimanapun halnya.

Seterusnya ditetapkan, bahwa dengan ditandatanganinya perjanjian ini, segala perselisihan dan tuntutan tersebut dianggap telah diselesaikan, dengan demikian menjadi batal semuanya dan oleh karena itu, tidak boleh diungkit-ungkit lagi.

Pasal 5
Pemerintah Hindia Belanda dan Seri Baginda Sultan Aceh menyetujui seterusnya, bahwa mereka akan menjaga dengan keras dan mendayaupayakan agar tidak terjadi perompakan dan perampokan di dalam wilayah kekuasaan masing-masing, demikian juga di dalam negeri-negeri lain yang berada di bawah pengaruhnya. Perbuatan ini akan di cegah oleh kedua belah pihak dan hukuman akan dijatuhkan kepada orang yang melakukannya.

Kedua belah pihak tiada akan memberikan tempat persembunyian atau perlindungan kepada seseorang yang tersangkut dalam perkara semacam ini, juga tiada kepada bahteranya.

Kedua belah pihak tiada akan mengizinkan perompak membawa orang-orang dan barang-barang yang dirampoknya, demikian juga bahteranya masuk ke dalam daerah masing-masing untuk disembunyikan atau untuk dijual di sana.

Pasal 6
Jika kapal-kapal atau perahu-perahu dari rakyat kedua belah pihak berada di dalam bahaya di lautan atau terkandas, hendaklah Pemerintah Belanda dan Seri Baginda Sultan Aceh dengan segera memberi pertolongan dan perlindungan sedapat mungkin dan kalau ada barang-barangnya yang dititipkan untuk disimpan, maka hendaknya kepada si penyimpan diberikan imbalan sepatutnya.

Orang yang berhak atas barang-barang serupa itu, boleh bermohon keputusan kepada Pemerintah Hindia Belanda dan Seri Baginda Aceh mengenai imbalan yang diminta oleh orang yang menyimpannya; keputusan itu harus diterimanya.

Bila kapal atau perahu yang mengibarkan bendera Belanda terkadas atau karam, atau jika rakyat Belanda yang kapal atau perahunya karam di pantai tanah Aceh, haruslah kepada negeri bangsa Aceh di sana dengan segera memberitahukan kepada Gubernur Sumatera Barat di Padang atau kepada Belanda lain yang berdekatan.

Mereka yang merampas kapal-kapal atau perahu-perahu yang terkandas atau menganiaya anak buahnya, atau pun tiada memberikan pertolongan yang diperlukan kepadanya akan dikenakan hukuman yang berat.

Pasal 7
Seri Baginda Sultan Aceh menyatakan mengakui bahwa Gubernur Sumatera Barat adalah Wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan akan berhadapan dengannya dalam segala urusan yang mungkin dirasakan berfaedah bagi masing-masing pihak.

Pasal 8
Jika kemudian hari dirasakan perlu mengatur hal-hal yang termasuk dalam perjanjian ini, maka hal-hal tersebut akan diselesaikan oleh kedua belah pihak dengan cara damai.

Pasal 9
Perjanjian ini mulai berlaku setelah disahkan oleh Yang Mulia Gubernur Jenderal Hindia Belanda.

Masing-masing pihak yang bermusyawarah telah membubuhkan tanda tangan dan stempelnya sebagai saksi, tanda sudah terang sebagaimana mestinya.

Termaktub di Aceh dalam rangkap empat, pada 30 Maret 1857 tahun Masehi, bersamaan dengan 4 Sya'ban 1273 tahun Hijrah.




Stempel                                                                                                Tanda tangan,
Seri Baginda Sultan Aceh                                                                    van Swieten
Sultan Alauddin
Ibrahim Mansur Syah

Telah disetujui dalam penetapan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No.7 pada 9 Mei 1857.




Sekretaris Pemerintah,

Dipenheim

No comments:

Post a Comment