Keterangan Perdana Menteri M. Natsir, yang pernah menjadi Menteri Penerangan dalam Kabinet Sjahrir, merupakan satu bukti lain dari sekian banyak bukti sejarah yang tegas membantah pendapat bahwa ada garis pemisah dalam pendirian pemerintah. Dalam salah satu keterangannya Natsir mengutarakan bahwa :
"Memang selama masa mempertahankan kemerdekaan ada perbedaan pendapat antar mereka yang menghendaki perjuangan bersenjata dan mereka yang menginginkan penyelesaian melalui jalan negosiasi. Namun mereka yang condong kepada perundingan toh sadar benar, bahwa negosiasi tanpa dukungan perjuangan bersenjata akan menyebabkan posisi kita dalam tawar-menawar menjadi sangat lemah. Sebaliknya, perjuangan bersenjata saja akan memudahkan Belanda beralih, bahwa masalah Indonesia adalah internal affairs, masalah dalam negeri. Ini akan menghalangi pembicaraannya di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Jadi saya rasa pilihan tidak begitu mutlak apakah perang atau diplomasi. Sebab itu kita memilih dua-duanya. Dan ternyata membawa hasil relatif lebih cepat."
M. Natsir selanjutnya menguraikan pula kesulitan pemerintah yang timbul sebagai akibat dari cara perindingan itu, sebagai berikut:
"Sudah barang tentu pemerintah sendiri berada dalam situasi rumit waktu itu. Sesudah linggajati misalnya, ada anggapan bahwa kita sudah 'menggadaikan' Indonesia. Sebagai Menteri Penerangan saya harus menjelaskan yang tidak enak ini kepada seluruh rakyat, terutama mereka yang lebih condong kepada perjuangan bersenjata.
Saya harus menjual 'kue' ini. Suka atau tidak suka. Tugas saya menghendaki agar saya menjadi salesman yang baik. Tan Malaka misalnya adalah penantang yang gigih dari politik perundingan ini. Tetapi betapa pun gawatnya situasi, kita biarkan saja dia berkaok-kaok. Sebab dengan itu Belanda jadi sadar, dengan siapa mereka berhadapan nanti, kalau kalangan perundingan ini sudah tidak mempan lagi. Soal Renville demikian juga. Saya pikir malah lebih rumit, sebab itu kita harus menarik TNI dari kantong-kantong gerilya ... Dengan memberi beberapa konsesi dalam perundingan, kita tidak berarti menyerah. Kita sadar benar bahwa Belanda pasti melanggar. Tapi setiap pelanggaran Belanda menambah dukungan internasional kepada kita. Sebab perundingan kita adalah perjanjian internasional ... Jadi soalnya bukan diplomasi saja."
No comments:
Post a Comment