. . . sambungan
Konsultasi dengan KNIP mengundang berbagai kritik, khususnya dari Persatoean Perdjoeangan melontarkan kritik tajam. Akibatnya seluruh Kabinet Soetan Sjahrir mendadak meletakkan jabatan pada tanggal 28 Februari 1946. Karena tidak berhasil membentuk kabinet baru, pemerintah Republik Indonesia memberikan mandat kembali kepada Perdana Menteri Soetan Sjahrir untuk membentuk kabinet kedua. Perdana Menteri Soetan Sjahrir juga diinstruksikan agar melanjutkan perundingan dengan Belanda untuk mecapai pengakuan kedaulatan Republik Indonesia secara penuh.
Berbekal mandat baru ini Perdana Menteri Soetan Sjahrir berhasil mendapat dukungan penuh pemerintahan Republik Indonesia dan KNIP. Satu hari setelah pelantikan tanggal 13 Maret 1946, atas nama pemerintah Republik Indonesia dia menuntut pengakuan kedaulatan Republik Indonesia secara penuh di atas seluruh wilayah bekas Hindia-Belanda. Perdana Menteri Soetan Sjahrir menolak usulan "masa peralihan di bawah kekuasaan Belanda". Situasi ini membuat jalan buntu, deadlock baru, tidak terhindar.
Saat itu terjadi sedikit kontroversi sejarah. Untuk mengatasi deadlock Van Mook menjajaki dengan usul kompromi, bahwa untuk menyelesaikan struktur kenegaraan hubungan Indonesia-Belanda mengambil cara hubungan Vietnam-Perancis dalam bentuk Uni. Perlu diketahui hubungan Uni Republik Vietnam-Perancis (Union Francaise) berlandaskan perjanjian tertanggal 6 Maret 1946.
Delegasi Republik Indonesia menolak tegas usulan Van Mook (Belanda). Contoh perjanjian Vietnam-Perancis kemudian menimbulkan salah paham yang satu bulan kemudian menjadi salah satu penyebab kegagalan perundingan Hoge Veluwe.
Van Mook di dalam bukunya mengakui, bahwa gagasan tersebut adalah upaya pribadinya untuk mengatasi jalan buntu. Dia juga menegaskan bahwa usulan tersebut bukan usul resmi pemerintah Belanda. Dikatakan :
".. ik meende toen van mijn kant een stap te moeten doen onder uitdrukkelijk voorbehoud dat daarin geen Nederlandsa voordeel mocht worden gezien, doch dat hij alleen werd ondernomen om een uitweg uit het slop te zoeken" (saya waktu itu berpendapat bahwa dari pihak saya harus melakukan suatu upaya untuk mengatasi jalan buntu).
Tulisan ini mungkin untuk menyelamatkan nama baiknya, karena ternyata Belanda di Hoge Veluwe tidak mendukung konsep penyelesaian a la Union Francaise.
Reaksi Indonesia yang mengira bahwa usulan tersebut datang dari Pemerintah Belanda, menimbulkan pula salah faham dikalangan delegasi Republik. Apakah hal itu dapat diartikan sebagai upaya manuver diplomasi Belanda untuk memancing reaksi positif dunia internasional terhadap niat baik Belanda, perlu dipertanyakan.
Di tengah-tengah suasana yang menghangat akibat pendaratan pasukan-pasukan Belanda menggantikan pasukan Inggris di Bali dan Jakarta, Van Mook berlandaskan inspirasi perjanjian Vietnam-Perancis mengajukan empat usulan sebagai berikut :
Berbekal mandat baru ini Perdana Menteri Soetan Sjahrir berhasil mendapat dukungan penuh pemerintahan Republik Indonesia dan KNIP. Satu hari setelah pelantikan tanggal 13 Maret 1946, atas nama pemerintah Republik Indonesia dia menuntut pengakuan kedaulatan Republik Indonesia secara penuh di atas seluruh wilayah bekas Hindia-Belanda. Perdana Menteri Soetan Sjahrir menolak usulan "masa peralihan di bawah kekuasaan Belanda". Situasi ini membuat jalan buntu, deadlock baru, tidak terhindar.
Saat itu terjadi sedikit kontroversi sejarah. Untuk mengatasi deadlock Van Mook menjajaki dengan usul kompromi, bahwa untuk menyelesaikan struktur kenegaraan hubungan Indonesia-Belanda mengambil cara hubungan Vietnam-Perancis dalam bentuk Uni. Perlu diketahui hubungan Uni Republik Vietnam-Perancis (Union Francaise) berlandaskan perjanjian tertanggal 6 Maret 1946.
Delegasi Republik Indonesia menolak tegas usulan Van Mook (Belanda). Contoh perjanjian Vietnam-Perancis kemudian menimbulkan salah paham yang satu bulan kemudian menjadi salah satu penyebab kegagalan perundingan Hoge Veluwe.
Van Mook di dalam bukunya mengakui, bahwa gagasan tersebut adalah upaya pribadinya untuk mengatasi jalan buntu. Dia juga menegaskan bahwa usulan tersebut bukan usul resmi pemerintah Belanda. Dikatakan :
".. ik meende toen van mijn kant een stap te moeten doen onder uitdrukkelijk voorbehoud dat daarin geen Nederlandsa voordeel mocht worden gezien, doch dat hij alleen werd ondernomen om een uitweg uit het slop te zoeken" (saya waktu itu berpendapat bahwa dari pihak saya harus melakukan suatu upaya untuk mengatasi jalan buntu).
Tulisan ini mungkin untuk menyelamatkan nama baiknya, karena ternyata Belanda di Hoge Veluwe tidak mendukung konsep penyelesaian a la Union Francaise.
Reaksi Indonesia yang mengira bahwa usulan tersebut datang dari Pemerintah Belanda, menimbulkan pula salah faham dikalangan delegasi Republik. Apakah hal itu dapat diartikan sebagai upaya manuver diplomasi Belanda untuk memancing reaksi positif dunia internasional terhadap niat baik Belanda, perlu dipertanyakan.
Di tengah-tengah suasana yang menghangat akibat pendaratan pasukan-pasukan Belanda menggantikan pasukan Inggris di Bali dan Jakarta, Van Mook berlandaskan inspirasi perjanjian Vietnam-Perancis mengajukan empat usulan sebagai berikut :
- Republik akan merupakan bagian dari negara Indonesia yang bersifat federal, negara Indonesia Serikat tersebut akan merupakan negara bebas (vrije staat) sebagai mitra dari Kerajaan, dengan pengakuan de facto untuk Jawa dan Sumatera, tetapi sebagai bagian dari Kerajaan yang meliputi wilayah Hindia-Belanda dalam hubungan kenegaraan yang mencakup negeri Belanda, Suriname dan Curacao.
- Republik menyetujui pendaratan pasukan-pasukan Belanda untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah diberikan kepada tentara Sekutu (Inggris).
- Republik setuju menghentikan segala permusuhan.
- Republik akan turut serta dalam berbagai kegiatan konsultasi dengan wakil-wakil dari semua daerah wilayan Hindia-Belanda, maupun golongan-golongan minoritas, untuk membahas bentuk struktur politik (kenegaraan) mengenai Negara Indonesia di kemudian hari maupun hubungannya langsung dengan Kerajaan Belanda.
Usul Van Mookk ini tampaknya langsung disampaikan kepada Perdana Menteri Soetan Sjahrir tanpa konsultasi dengan pemerintah Belanda. Manuver diplomatik Van Mook dimaksudkan agar iktikad baiknya tampil meyakinkan dunia internasional. Di sisi lain mengupayakan agar Soetan Sjahrir sebagai tokoh moderat dapat dibujuk untuk menempuh jalan diplomasi melalui perundingan dengan Belanda.
Usul itu mendaoat tanggapan positif dari Amerika Serikat. Sedangkan Perdana Menteri Soetan Sjahrir juga menyadari manuver Van Mook sempat mempengaruhi opini dunia internasional. Terutama usulan dengan gaya penyelesaian sengketa Vietnam-Perancis. Dunia internasional sempat dilanda optimisme, persengketaan Indonesia-Belanda dinilais edang menuju penyelesaian yang positif melalui jalur diplomasi.
. . (bersambung)
No comments:
Post a Comment