Translate

Saturday, March 18, 2017

RAPWI BELANDA, NEFIS DAN NICA

RAPWI Belanda kemudian menggantikan tugas RAPWI Inggris dalam rangka membantu menyelesaikan tugas Sekutu. Istilah RAPWI dihebohkan sehubungan dengan tulisan Letnan Gubernur Jenderal Van Mook sehingga dilarang bertindak semaunya sendiri. RAPWI Belanda dibentuk pada bulan Oktober 1945, RAPWI ciptaan Belanda berarti Rescue of Allied Prisoners of War and Internees.

Berbeda halnya dengan keadaan di Indonesia Timur termasuk Irian, ketika tim RAPWI tiba di Pulau Jawa, mereka menghadapi situasi yang aneh. Keadaan di Jakarta sendiri semula memang tenang sekali sehingga membuat orang bingung dan bertanya-tanya mengenai apa yang harus dilakukan terhadap tawanan perang dan interniran sipil.

Pada waktu Tim RAPWI menyelenggarakan pemindahan penghuni kamp di Jawa Tengah ke Surabaya dan Malang, telah terjadi situasi kacau dan gawat. Tindakan itu ditentang rakyat setempat dan para penguasa Jepang tidak mau mengendalikan keadaan. Dalam keadaan demikian, Tim RAPWI tidak dapat berbuat banyak dalam tindakan penyelamatan (rescue) yang dilakukannya dari tanggal 25 sampai 29 September 1945.

Laporan yang diperoleh dari petugas RAPWI di Jawa dan Sumatera, menyebabkan Laksamana Mountbatten menilai perkembangan keadaan sebagai situasi yang sudah sangat gawat. Sementara itu, instruksi yang diperoleh dari London mengatakan, agar tentara Sekutu membatasi segala kegiatannya di samping haris pula memperhitungkan kehadiran Republik Indonesia. Kemudian Laksamana Mountbatten memanggil Van Mook yang pada waktu itu masih berada di Brisbane. Pada waktu pejabat militer NICA dan bahan bantuan kebutuhan hidup dimuat ke kapal KPM, telah terjadi pemogokan kaum buruh di Australia untuk menunjukkan dukungan mereka terhadap perjuangan Republik Indonesia.

Hal yang lebih mencemaskan lagi lagi Belanda adalah sikap Komandan AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies), Letnan Jenderal Sir Philip Christison, ketika mendarat di Jakarta menyatakan bahwa dia telah mengakui pimpinan pemerintah Republik Indonesia. Bahkan, Komandan AFNEI itu meminta agar Indonesia menyelenggarakan pemerintahan secara resmi di daerah-daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia. Dengan demikian secara praktis organisasi pemerintahan Republik Indonesia telah mendapat status de facto. Dalam hal ini, perjanjian Urusan Pemerintah Sipil (Civil Affairs Agreement) antara Inggris dan Belanda seolah-olah telah dibatalkan sehingga NICA (Netherlands Indies Civil Administration) harus dibubarkan dan diganti dengan Republik Indonesia. Pihak Belanda dan pemerintahnya di Den Haag, memprotes pernyataan Jenderal Christison, karena telah menimbulkan kepanikan di Negeri Belanda.

Hal itu dapat dipahami mengingat tugas selanjutnya untuk melucuti senjata dan pengangkutan APWI diserahkan kepada Republik Indonesia.

NEFIS (Netherlands Forces Intelligence Service) adalah suatu badan intelijen Belanda yang dianggap sangat handal. Dibentuk di Australia ketika Belanda berada dalam pengasingan dan diberi fasilitas meneruskan pemerintahan Hindia-Belanda di Brisbane (Australia). Badan tersebut pada tahun 1943 dipimpin oleh Laksamana Helfrich dibantu oleh Van der Plas dan dinyatakan dapat memberikan data informasi akurat untuk mereka yang akan beroperasi di Indonesia dalam mendukung rencana serangan terhadap musuh. Kemudian pimpinan badan itu diganti oleh Kolonel Spoor karena Laksamana Helfrich ditempatkan di front tempur depan.

Belanda menawaekan jasa NEFIS kepada Sekutu, tetapi pihak Amerika Serikat menolak memanfaatkan informasi badan itu dalam melancarkan serangan terhadap Jepang. Alasan utama penolakan itu adalah situasi yang oleh para mitra Sekutu (khususnya Amerika Serikat) dianggap kurang menarik untuk mengetahui masalah penyelidikan politis (political reconnaissance) dari daerah-daerah di wilayah Indonesia. Indonesia tidak termasuk dalam rencana lingkup wilayah tempur Amerika Serikat. Dengan demikian, maka Negeri Belanda tidak memperoleh sarana dan bantuan dana untuk keperluan kegiatan intelijen di luar batas cakupan yang digunakan Amerika Serikat untuk menyerang Jepang.

Belanda tidak memperoleh informasi dari kapal-kapal selam serta pesawat terbang mereka yang akan melakukan tugas pengintaian sangat penting antara Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. Tugas ini harus dilakukan dengan kapal selam atau pesawat terbang karena daratan telah dikuasai oleh tentara Jepang. Belanda pada waktu itu hanya memanfaatkan siaran berita radio Jepang atau peristiwa-peristiwa yang kebetulan disaksikan oleh rakyat yang mengetahui, sehingga kurang akurat.

Indonesia akan mengalami kesulitan dalam menangkal aksi-aksi Belanda bila Amerika Serikat memberi izin menggunakan kegiatan NEFIS.

No comments:

Post a Comment