Dalam suasana tarik tambang demikian, wakil Presiden Mohammad Hatta yang waktu itu memimpin Kabinet Presidensial tampil di depan Badan Pekerja KNIP (Parlemen), 2 September 1948, dan mengemukakan pernyataan yang merupakan penjelasan pertama tentang politik luar negeri bebas aktif. Dalam keterangannya tersebut Mohammad Hatta bertanya :
"Mestikah kita bangsa Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan negara kita, hanya harus memilih antara pro-Rusia atau pro-Amerika? Apakah tidak ada pendirian lain yang harus kita ambil dalam mengejar cita-cita kita?"
Perdana Menteri Hatta menjawab sendiri pertanyaannya dengan menggarisbawahi,
"Pemerintah berpendapat bahwa pendirian yang harus kita ambil ialah supaya kita jangan menjadi obyek dalam pertarungan Internasional, melainkan kita harus tetap menjadi subyek yang berhak menentukan sikap kita sendiri, berhak memperjuangkan tujuan kita sendiri, yaitu Indonesia merdeka seluruhnya."
Walaupun keterangan Wakil Presiden Mohammad Hatta tersebut dianggap sebagai sumber resmi pertama politik luar negeri Indonesia, namun menurut Ide Anak Agung Gde Agung, sebenarnya prinsip dasar politik luar negeri Republik Indonesia telah pernah dikemukakan oleh Soetan Sjahrir pada kesempatan pidatonya dalam Inter Asian Relations Conference di New Delhi yang diadakan pada 23 Maret - 2 April 1947. Soetan Sjahrir waktu itu adalah Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri.
Pada kesempata lain juga ketika di New Delhi, di depan Inter Asian Organization 25 November 1947 Soetan Sjahrir mengatakan :
"Dunia tampaknya memaksa kita untuk membuat pilihan antara kekuatan yang saling bermusuhan sekarang : antara blok Anglo-Saxon atau blok Rusia. Tetapi kita secara benar menolak untuk dipaksa. Kita mencari wujud internasional, yang sesuai dengan kehidupan intern kita dan kita tidak ingin terperangkap dalam sistem-sistem yang tidak cocok dengan kita dan tentu saja ke dalam sistem-sistem yang bermusuhan dengan tujuan kita."
Kemudian dalam pidatonya sebagai tamu kehormatan di jamuan makan tahunan korps diplomatik Jakarta di Hotel Borobudur 22 Januari 1975, Mohammad Hatta menegaskan kembali bahwa "kedudukan Indonesia dalam politik internasional bukan tempat yang pasif, melainkan harus mengambil sikap yang aktif.. Politik Republik Indonesia harus ditentukan sesuai dengan kepentingan sendiri dan dilaksanakan dengan memperhitungkan keadaan dan fakta-fakta yang dihadapi. Garis politik Indonesia tidak dapat digantungkan kepada politik negara lain, yang mengejar kepentingan-kepentingan sendiri. Sikap inilah yang kemudian akan bertumbuh menjadi politik bebas aktif.
No comments:
Post a Comment