Perang Dunia II tidak saja menciptakan bipolaritas dalam hubungan internasional, tapi juga membawa perubahan mendasar dalam proses dekolonisasi. Sebagai akibatnya, semangat kebangsaan secara merata meluap-luap dan meledak dalam bentuk perjuangan kemerdekan terhadap penjajahan. Wilayah jajahan Belanda, Hindia Belanda (Dutch East Indies), yang diduduki Jepang selama Perang Pasifik tidak terkecuali. Dua hari sesudah Jepang menyerah, pada 17 Agustus 1945, jajahan Belanda itu menyatakan kemerdekaannya ke seluruh dunia.
Dengan proklamasi tersebut muncullah Indonesia sebagai negara merdeka di peta dunia, dan sesuai dengan tuntutan pembukan Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan sehari kemudian, 18 Agustus 1945, disebutkan bahwa Indonesia berkewajiban "melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial". maka lahirlah politik luar negeri pemerintah Republik Indonesia yang dikenal dengan Politik Bebas Aktif.
Kedudukan Indonesia dalam konstelasi politik dunia yang telah ditempat Perang Dunia II seakan-akan terjepit. Di satu pihak berada dalam wilayah pengaruh Barat, dan demi mempertahankan kemerdekaannya harus bersiap-siap menghadapi pendaratan pasukan Sekutu, yang antara lain mempunyai tugas menerima penyerahan tentara Jepang, tetapi secara terselubung terikat pada janji untuk membantu Belanda dalam rangka memulihkan kembali penjajahannya di Indonesia.
Di pihak lain, di dalam negeri, Indonesia menghadapi tekanan berat dari pihak Front Demokrasi Rakyat / Partai Komunis Indonesia (FDR/PKI) yang menentang kebijaksanaan pemerintah. Menurut mereka, "pertentangan yang ada di dunia ini adalah antara blok Amerika Serikat dan blok Uni Soviet, jadi revolusi Indonesia adalah bagian daripada revolusi dunia, maka Indonesia haruslah berada di pihak Rusia, barulah benar."
No comments:
Post a Comment