Translate

Tuesday, January 6, 2015

UTUSAN BANTEN KE LONDON

Pada tahun 1681 Sultan Banten mengirim misi ke London yang membawa sepucuk surat dari Sultan Banten untuk Raja Inggris, Charles II. Misi bertolak meninggalkan Banten tanggal 10 November 1681, menumpang kapal dagang East India Company yang bernama New London. Misi yang terdiri dari 31 orang berada di bawah pimpinan dua utusan yaitu Kyai Ngabehi Naya Wipraya dan Kyai Ngabehi Jaya Sedana yang merupakan utusan resmi pertama Indonesia ke London. Misi Banten merupakan tamu dari "East India Company" yang melayani mereka sebagai layaknya utusan raja. Persembahan kepada Raja Charles II berupa 200 karung lada, berlian dan patung burung merak berlapiskan emas dan bertahtakan ratna mutu manikam. Kapal New London sampai London sekitar tanggal 27 April 1682, setelah menempuh pelayaran selama lima bulan.

Yang diharapkan Inggris dengan menjamu secara istimewa utusan Banten adalah dalam rangka usaha mendapatkan entrepot (tempat pengumpulan barang), karena kalau Banten direbut Belanda maka pintu masuk ke Indonesia tidak akan ada di tangan Inggris. Sebaliknya, pihak Banten berkeinginan memiliki meriam raksasa yang akan dipergunakan melawan Belanda.

Tiga setengah bulan misi Banten berada di London dan kedua utusan Sultan menumpang kereta kencana menuju istana Windsor dan diterima Raja Charles II. Seorang anggota misi yaitu juru masak rombongan meninggal dunia dan dimakamkan di tempat pemakaman di Saint James Park berseberangan dengan Hyde Park.

Misi Banten meminta diri dari Raja Charles tanggal 5 Juli 1682 dan diberikan surat Raja Charles II untuk Sultan Banten. Pada kesempatan itu kedua utusan diberi gelar "Sir" lengkap dengan pedang kehormatan. Misi naik Kapal Kemphorne di Pelabuhan Chatham dan berlayar kembali tanggal 23 Agustus 1682 dan tiba kembali di Banten tanggal 20 Januari 1683.

Ketika misi masih berada di London, terjadi perubahaan kekuasaan di Banten. Belanda berhasil mempengaruhu Putra Mahkota sehingga timbul ketegangan antara Sultan Ageng Tirtayasa dan Putra Mahkota yang berusaha menggeser kedudukan ayahnya. Dengan bantuan Belanda, Putra Mahkota berhasil merebut kekuasaan. Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan meninggal dalam penjara Belanda.

Misi kembali dalam keadaan yang sudah berubah. Surat Raja Charles II kepada Sultan Ageng Tirtayasa dirampas Belanda.

Tahun 1684 tercapai perjanjian perdamaian yang dipaksakan Belanda kepada Sultan Haji, Putra Mahkota yang menggantikan Sultan Ageng Tirtayasa, sebagai kompensasi bantuan militer Belanda kepada Sultan Haji dalam perebutan kekuasaan.

Perjanjian menetapkan :
  1. Tetap berlakunya perjanjian tahun 1658.
  2. Larangan bepergian bagi rakyat Banten ke Batavia dan sebaliknya.
  3. Penetapan perbatasan wilayan Banten dan wilayan kompeni Belanda.
  4. Pembayaran kerugian perang dan akibat perampokan kepada Belanda.
  5. Sultan Banten harus melepaskan tuntutannya atas Cirebon dan harus menganggapnya sebagai sahabat yang bersekutu di bawah lindungan kompeni.
  6. Sultan di waktu mendatang tidak akan mengadakan perjanjian, persekutuan, perserikatan dengan kekuatan atau bangsa lain.
Perjanjian ini ditandatangani di Keraton Surosowan dan dibuat dalam bahasa Belanda, Jawa dan Melayu dan semua naskah memiliki kekuatan yang sama. Dengan perjanjian itu berakhirlah kejayaan Kesultanan Banten.

No comments:

Post a Comment