H.M. Nur el Ibrahimy dalam bukunya "Selayang pandang langkah diplomasi Kerajaan Aceh" menjelaskan :
"Sadar akan kedudukan yang strategis dan mengandung potensi ekonomi yang cukup besar ... Maka sejak pertengahan abad ke-16 Aceh telah terjun ke dalam dunia diplomasi, baik dengan sesama negara di Kepulauan Nusantara, maupun mancanegara. Kerajaan Aceh telah mengadakan hubungan diplomatik, tentu saja sesuai dengan zamannya."
Persentuhan diplomatik Aceh mencapai puncaknya dalam masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636), yang berhasil menjalankan berbagai kebijakan :
"Sadar akan kedudukan yang strategis dan mengandung potensi ekonomi yang cukup besar ... Maka sejak pertengahan abad ke-16 Aceh telah terjun ke dalam dunia diplomasi, baik dengan sesama negara di Kepulauan Nusantara, maupun mancanegara. Kerajaan Aceh telah mengadakan hubungan diplomatik, tentu saja sesuai dengan zamannya."
Persentuhan diplomatik Aceh mencapai puncaknya dalam masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636), yang berhasil menjalankan berbagai kebijakan :
- Memajukan perniagaan internasional di Aceh. Pelabuhan-pelabuhan di pantai timur (the beetlenut coast, pantai pinang) dan di pantai barat (the pepper coast, pantai lada) ramai sekali didatangi pedagang-pedagang dari Arab, Persia (Iran), Turki, Ethiopia, Pegu (Indocina), Cina, Siam (Thailand), India, Jawa, Inggris, Belanda, Portugis, Perancis, Spanyol, Amerika, dan Denmark. Barang-barang yang diperdagangkan adalah antara lain : minyak bumi, kapur barus, lada dari Aceh, Aru, Jambi, Malaya, rempah-rempah dari Maluku, timah dari Kedah, perak dan emas dari Tiku (Minangkabau), kayu wangi (kayu cendana, sandelwood) dari Timor, kain batik, selendang dan sarung dari Koromandel, sutera dari Suriah, porselen dari Cina dan Jepang, perhiasan dari Eropa.
- Mencari dan meningkatkan hubungan dengan kerajaan Islam. Yaitu kerajaan Islam Turki, Mesir, Sultan Akbar di Delhi dan kerajaan-kerajaan di India Selatan serta dengan sesama kerajaan Nusantara seperti Jepara, Demak.
- Menentang Portugis. Untuk merebut monopoli perdagangan, Portugis memang bermaksud untuk menguasa seluruh wilayah dan lautan India Selatan dan Aceh, Semenanjung Malaya dan Selat Malaka. Portugis berhasil membangun pangkalan dan pusat kekuasaan di Malaya dengan bantuan sultan-sultan Johor, Pahang, Kedah dan Perak yang sebenarnya telah ditaklukan oleh kerajaan Aceh. Kenyataannya hanya Aceh yang dapat mengimbangi Portugis, karena armadanya dan angkatan perangnya terkenal kuat. Perang Aceh-Portugis boleh dikatakan tidak pernah berhenti sejak Portugis datang ke Aceh sekitar tahun 1520 sampai 1640 dengan direbutnya kota Malaka, pusat kekuasaan Portugis oleh angkatan perang Aceh yang dibantu oleh Sultan Johor. Karena mengalami kesukaran juga dengan Portugis, maka kerajaan Jepara membantu Aceh menghadapi Portugis, berdasarkan suatu persekutuan militer yang dibuat pada tahun 1573. Yang beruntung adalah Belanda. Karena lawan dagangnya dapat dihancurkan, Belanda mengambil alih perdagangan dengan Aceh.
- Meluaskan daerah kekuasaan Aceh. Raja-raja Aceh terutama Iskandar Muda, dapat memantapkan kekuasaannya dalam wilayah kerajaan yang cukup luas. Kerajaan Aceh satu waktu meliputi daerah Sumatera sampai Sungai Kampar (Riau) dan Sumatera Barat. Sebagian besar Semenanjung Malaya ditaklukkan sampai daerah selatan Thailand. Hasil-hasil dari daerah-daerah tersebut harus diserahkan untuk dijual dari pelabuhan-pelabuhan Aceh.
- Merebut monopoli perdagangan lada, emas dan timah di Sumatera dan Malaya. Komoditi-komoditi hanya dapat diperdagangkan di pusat perdagangan internasional Aceh.
Dari persentuhan diplomatik dengan aspek kultural-agama, hanya aspek kultural-agama Islam yang tetap berkembang di Aceh. Memang ada ditemukan peninggalan sejarah masa Hindu dan Buddha di beberapa tempat di Aceh, namun peninggalan itu tidak memberi kesan kemegahan seperti candi-candi Prambanan dan Borobudur di Pulau Jawa.
Proses akulturasi agama berjalan dalam suasana relatif damai, bertolak belakang dengan cara-cara dan latar belakang bangsa Eropa yang kemudian datang dan menunjukkan sifat-sifat serakah, ingin menguasai yang biasanya didukung tindakan kekerasan, hasut-menghasut, dan memecah-belah dengan tipu muslihat. Kedatangan orang Eropa membawa malapetaka bagi penduduk setempat, karena dilanjutkan dengan penjajahan Belanda dan Portugis atas Kepulauan Nusantara.
No comments:
Post a Comment