Keberhasilan Portugis, Spanyol dan Belanda membuka jalan ke Asia, menarik perhatiann Inggris dan timbul keinginan mengadakan hubungan dagang langsung dengan Tanah Melayu. Pengusaha-pengusaha Inggris mencontoh Belanda dengan membentuk perkongsian seperti VOC yang dinamakan East India Company tahun 1600. Ratu Inggris, Elizabeth, membenarkan East India Company mencari hubungan dagang langsung dengan Kepulauan Nusantara, sehingga Inggris tidak lagi tergantung pada pedagang Arab, Portugis, Spanyol atau Belanda.
Pada tahun 1579 Francis Drake tiba di Bandar Ternate dan merupakan orang Inggris pertama yang mengunjungi Kepulauan Nusantara. Francis Drake menempuh pelayaran arah ke Barat, seperti Spanyol, melalui Selat Magellan di ujung selatan Argentina. Pelayaran ini menjadi titik mula hubungan antara Inggris dan Indonesia yang terjalin lebih 400 tahun sampai sekarang. Pendorong utama perkembangan hubungan ini adalah berdirinya perusahaan perseroan East India Company pada tahun 1600. Tujuannya adalah ikut mengambil rempah-rempah yang menguntungkan itu.
Sir James Lancaster tahun 1603 mendirikan loji Inggris yang pertama di Indonesia, yaitu di Banten. Selama abad-17 Inggris mendirikan pemukiman lainnya di Jambi, Makasar (sekarang Ujung Pandang), Ambon, Kepulauan Banda dan Bengkulu. Di tempat-tempat itu kehadiran Inggris berlangsung terus hingga lebih dari 250 tahun. Kemudian pada awal abad-19 Inggris menguasai Pulau Jawa selama 5 tahun dengan Sir Thomas Stamford Raffles sebagai Letnan Gubernur.
Arus pengunjung antara Inggris dan Kepulauan Nusantara tidak hanya arah sepihak. Pada bulan November 1681, Sultan Banten Abdulfattah mengutus dutanya Kyai Ngabehi Naya Wipraya dan Kyai Ngabehi Jaya Sedana ke Kerajaan Charles II, utusan resmi pertama Indonesia ke London, Para duta besar Banten itu tinggal selama hampir 4 bulan di London sebagai tamu East India Company yang melayani mereka sebagai layaknya utusan raja. Acara mereka selama hampir 4 bulan di London di antaranya mengunjungi Menara London (Tower of London), Gedung Parlemen dan Gereja Westminster. Dan beberapa saat sebelum mereka kembali, kedua utusan itu mendapat gelar bangsawan dari Raja Charles II yang secara pribadi menyerahkan surat kepada raja mereka.
Perebutan pengaruh di Asia berjalan sengit antara Portugal, Spanyol, Inggris, Belanda dan Perancis. Inggris dalam perebutan itu berhasil menegakkan kekuasaannya di Penang yang dibawahi Gubernur Jenderal Inggris untuk India, Lord Minto.
Pada saat itu terjadi ketegangan antara Inggris dan Perancis karena Napoleon yang di Eropa Barat terlibat dalam peperangan dengan Inggris. Napoleon ingin menjadikan Pulau Jawa sebagai basis untuk menghancurkan kapal-kapal Inggris, the Indiamen, yang besar tetapi sangat lamban dalam pelayaran ke Cina.
Bertekad untuk membebaskan Jawa dari pengaruh Perancis, Gubernur Jenderal Minto mengangkat Sir Thomas Stamford Raffles sebagai pemimpin untuk mempersiapkan operasi penyerbuan dari laut. Operasi tersebut berlangsung tanggal 6 Agustus 1811 dan setelah pertempuran yang pendek tetapi sengit melawan pasukan-pasukan Belanda dan Perancis, Pulau Jawa diduduki Inggris. Sir Thomas Stamford Raffles pada usia 30 tahun diangkat menjadi Letnan Gubernur tidak saja untuk seluruh Pulau Jawa tetapi seluruh Kepulauan Nusantara yang penduduknya jutaan orang.
Sir Thomas Stamford Raffles mengadakan perubahan yang mendalam dan meluas dalam sistem pemerintahan yang bertolak belakang dengan sistem kolonial Belanda. Tujuan Sir Thomas Stamfor Raffles terutama memperbaiki dan meningkatkan taraf kehidupan rakyat banyak. Karena itu, Sir Thomas Stamford Raffles didukung oleh para raja dan penguasa di seluruh Kepulauan Nusantara, yang terbukti antara lain dari banyaknya surat-surat yang dikirim para raja kepada Sir Thomas Stamford Raffles.
Tetapi kebijakan Sir Thomas Stamford Raffles tidak disetujui oleh East India Company karena biayanya dianggap terlalu tinggi oleh East India Company yang tujuannya mengejar keuntungan semata. Maka pemerintahan Sir Thomas Stamford Raffles di Pulau Jawa hanya berlangsung selama 5 tahun (1811-1816) dan kekuasaan atas Pulau Jawa diserahkan kembali kepada Belanda. Sir Thomas Stamford Raffles ditempatkan di Bengkulu dan seperti di Pulau Jawa dia sangat memperhatikan nasib rakyat. Di samping itu dia mempelajari adat istiadat dan lingkungan setempat. Penemuannya di hutan rimba Bengkulu adalah bunga raksasa, "Rafflesia Arnoldi". nama yang diberikan Raffles.
Dari Bengkulu Sir Thomas Stamford Raffles dapat mengikuti dengan penuh kecemasan tindakan-tindakan Belanda untuk meluaskan kekuasaanya serta memberlakukan monopoli perdagangan di tangan Belanda. Untuk mengimbangi hal itu Sir Thomas Stamford Raffles membuat rencana untuk meningkatkan arti keberadaan Inggris di Asia Tenggara. Kesempatan itu menjelma waktu Gubernur Inggris yang baru, Lord Hasting, memberi tugas jepada Sir Thomas Stamford Raffles untuk mendirikan benteng di tempat strategis yang menjamin pelayaran ke Lautan Cina. Untuk itu Sir Thomas Stamford Raffles menduduki dan mendirikan benteng di suatu pulau dan membangun Singapura.
Setelah itu dia kembali ke Bengkulu untuk waktu singkat, karena kemudian ditempatkan kembali di Singapura yang dia dirikan. Sir Thomas Stamford Raffles segera menangani penyempurnaan sistem pemerintahan dan perdagangan Singapura. Di antara keputusan-keputusannya adalah, bahwa pelabuhan Singapura merupakan pelabuhan bebas yang terbuka bagi kapal-kapal asing manapun, tanpa perbedaan.
Berdasarkan Treaty of London 17 Maret 1824, antara Belanda dan Inggris, maka Inggris meninggalkan Bengkulu dan Belanda melepaskan semua hak atas Singapura yang berkat kebijakan Sir Thomas Stamford Raffles berkembang pesat sebagai pusat perdagangan Internasional dan Singapura merupakan benteng strategis yang terjamin keamanan dan kebebasan pelayaran yang menuju Laut Cina dan Samudera Pasifik.
Dengan demikian Sir Thomas Stamford Raffles menghancurkan impian Belanda untuk dapat menguasai seluruh Asia Tenggara dengan basis kekuatan dan kekuasaannya di Kepulauan Nusantara atau Nederlandsch Indie.
No comments:
Post a Comment