Pada permulaan abad ke-17 Belanda berhasil mematahkan kekuasaan Spanyol dan menjadi negara dengan angkatan laut yang terkuat serta negara dagang yang terkemuka. Mereka menjelajahi samudera-samudera termasuk lautan Kutub Utara dengan maksud mengembangkan perdagangannya. Sementara itu Belanda meneruskan perang terhadap kerajaan-kerajaan Iberia yaitu Portugal dan Spanyol.
Belanda datang ke Asia Tenggara untuk membalas apa yang dilakukan Spanyol terhadap Negeri Belanda dalam perang 30 tahun. Khususnya maksud Belanda untuk mematahkan monopoli perdagangan rempah-rempah Spanyol dan Portugal. Dalam hal ini, Belanda sudah menguasai sebagian perdagangan rempah-rempah di Eropa, karena Portugal yang mendatangkan rempah-rempah ke Eropa ternyata tidak mempunyai hubungan langsung dengan pasaran Eropa yang penting. Penjualan rempah-rempah terpaksa disalurkan melalui Belanda untuk mengangkut dan menjualnya ke pedalaman Eropa.
Yang sangat diinginkan Belanda adalah mengambil alih commercial empire Portugis dan tidak saja bertekad untuk merebut monopoli perdagangan rempah-rempah, tetapi juga produksinya.
Pada tahun 1602 pedagang-pedagang Belanda mendirikan Vereenigde Oost-Indische Compagnie (Dutch East Indies Company) yang bertujuan melindungi perdagangannya di Samudera India dan sekitarnya, karena hasilnnya harus membantu Belanda dalam perang terhadap Spanyol dan Portugal. Vereenigde Oost-Indische Compagnie atau VOC berkembang dalam abad ke-17 sebagai suatu alat commercial empire Belanda yang ampuh, sebelum dihapus pada tahun 1799.
VOC sebagai suatu badan usaha mempunyai, atau mungkin sengaja diberikan, kedudukan dan berbagai hak dan wewenang yang luar biasa :
- VOC merupakan sebuah perusahaan dagang berdasarkan joint shock dan penanaman modal terbuka bagi siapa saja. Pimpinan perusahaan terdiri dari 17 orang (De Heeren Zeventien).
- Pemerintah Belanda memberi monopoli perdagangan kepada VOC dalam wilayah yang meliputi perairan antara Tanjung Harapan dan Selat Magellan (di ujung selatan Argentina). Jadi wilayah monopoli itu mencangkup Samudera India dan Samudera Pasifik dengan semua pulau-pulau yang terdapat di dalamnya.
- VOC berhak mengadakan perundingan dan membuat perjanjian dengan penguasa-penguasa setempat.
- VOC diperbolehkan mendirikan benteng-benteng dan memiliki pasukan-pasukan bersenjata.
- Berwenang menjalankan fungsi-fungsi administrasi yang dilaksanakan pejabat-pejabat VOC yang harus bersumpah setia kepada pemerintah Belanda.
Pada masa itu Belanda memiliki angkatan laut yang terkuat. Mereka menyerang Portugis di Srilanka dan mengalahkan armada Portugis di Malaka. Tahun 1608 Portugis dipaksa Belanda mengadakan gencatan senjata selama 12 tahun.
Pendiri dan pembangun utama dari empire Belanda di Nusantara adalah J.P. Coen (1618-1623 dan 1627-1629) yang diangkat menjadi Gubernur Jenderal VOC. Dia menyempurnakan dan mengukuhkan kekuasaan Belanda di wilayah-wilayah luar Pulau Jawa yang sejak lama dilakukan Belanda. Untuk tujuan tersebut, J.P. Coen dan VOC bertindak diluar batas perikemanusiaan. Misalnya, waktu penduduk Pulau Banda menentang Belanda di tahun 1621, J.P. Coen membunuh 2.500 penduduk dan 800 lainnya diangkut ke Batavia secara paksa.
VOC mula-mula mendirikan pusat kegiatannya di Banten pada tahun 1607. Kemudian memindahkannya ke Jakarta dan mengganti namanya menjadi Batavia. Dengan pemindahan itu dimaksud: pertama, menyingkirkan saingannya Portugis, Spanyol dan Inggris; kedua, menguasai perdagangan yang masih berada di tangan penduduk setempat.
Dengan dikalahkan dan disingkirkannya Portugis, tinggallah Inggris sebagai saingan utama Belanda. Pecah perang antara Inggris dan Belanda di Eropa, yang berakhir dengan penandatanganan Persetujuan Westminster tahun 1674 yang mengakibatkan Inggris menarik diri dan memusatkan kegiatannya di India. Tinggallah Belanda yang berkuasa penuh di Nusantara. Tindakan-tindakan kejam berupa sistem perbudakan yang dilakukan Belanda terhadap penduduk Nusantara menimbulkan pemberontakan-pemberontakan. Dengan membangun dan mempertahankan kekuatan militer dan angkatan laut, pemberontakan-pemberontakan dapat dipadamkan sehingga pada akhir abad ke-19 Belanda sudah berkuasa penuh di Pulau Jawa dan hampir seluruh wilayah Kepulauan Nusantara.
Mengikuti perkembangan di Eropa di mana Negeri Belanda kemudian merupakan bagian dari Kekaisaran Napoleon, maka wilayah Hindia-Belanda hendak dikuasai juga oleh Perancis. Hal ini ditentang Inggris yang sedang menghadapi Napoleon dalam perang besar. Untuk mencegah maksud Perancis itu, satu kesatuan angkatan laut Inggris menyerbu dan menduduki Ambon, Banda dan Ternate di tahun 1810 dan tahun 1811 Inggris menguasai seluruh Pulau Jawa.
Sir Thomas Stamford Raffles tahun 1811 diangkat menjadi Letnan Gubernur. Banyak perubahan dalam pemerintahan yang diadakan Sir Thomas Stamford Raffles. Tetapi di tahun 1816 Hindia-Belanda dikembalikan kepada Belanda berdasarkan Persetujuan Wina. Masalah-masalah antara Inggris dan Belanda diselesaikan dengan suatu persetujuan di tahun 1824 (Treaty of London) yang antara lain menetapkan bahwa Inggris melepaskan segala haknya atas wilayah di Pulau Sumatera (Bengkulu) kepada Belanda dan Inggris menetap di Singapura.
Bagi Belanda perkembangan baru ini menandakan permulaan perubahan sikap, yaitu tidak saja ingin menguasai perdagangan, tetapi benar-benar ingin menjajah, mengeruk segala kekayaan untuk kepentingan sendiri dengan tidak mempedulikan nasib rakyat. Salah satu tindakan adalah Sistem Tanam Paksa atau Cultuurstelsel yang ditentukan pada tahun 1830. Latar belakang ketentuan ini adalah keadaan keuangan Negeri Belanda yang parah. Rakyat secara paksa harus menanam tanaman ekspor untuk Belanda.
Setelah terbentuk pemerintah Hindia-Belanda persentuhan diplomatik antara Belanda dan raja-raja setempat tidak dapat disamakan dengan masa-masa sebelumnya. Sebab, walaupun kerajaan-kerajaan masih ada, namun kekuasaan raja-raja sudah terbatas karena persetujuan-persetujuan yang dipaksakan Belanda atas mereka. Kekuasaan para raja mungkin dapat digambarkan sebagai otonomi daerah yang berada dalam pengawasan sangat ketat dari aparatur pemerintahan kolonial. Walaupun pemerintah kolonial berusaha memberi kesempatan lebih banyak kepada pribumi pada permulaan abad ke-20, ternyata hal tersebut sudah terlambat untuk membendung aspirasi nasionalisme bangsa Indonesia melalui Kebangkitan Nasional (1908), Sumpah Pemuda (1928), Pendudukan Jepang (1942-1945) yang mencapai puncaknya dengan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.
No comments:
Post a Comment