Translate

Wednesday, November 25, 2015

KONTAK DENGAN AMERIKA SERIKAT (. . BAGIAN 2)

. . . lanjutan

Di samping itu, di Amerika Serikat sendiri telah timbul kritik yang semakin gencar terhadap kebijakan State Department dari luar pemerintahan. Kritikan segera dilancarkan pula oleh semakin banyak anggota Congress. C.I.O. (Serikat Buruh) menyatakan pendiriannya lebih dini dari tanggal 3 Desember 1948 melalui surat Presiden C.I.O. Phillip Murray kepada Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Marshall sebagai berikut :

"We feel that insofar as American aid is now available to the Netherlands government, it is being used for purposes inconsistent with the original intent and objectives of the European Recovery Program.

I voice the hope, on behalf of the members of the CIO, that the government of the United States will continue to take every feasible step in the realm of diplomacy and economics to help terminate the Dutch aggression in Indonesia, and to assure a speedy settlement recognizing the rightful interests of the Indonesian people in their quest for democratic self-rule. You may rest assured that the State Department will enjoy the full support of the American workers in whatever steps it may take in this direction."

Diterjemahkan dalam bahasa Indonesia :
"Kami merasa sejauh mana bantuan Amerika Serikat diberikan kepada pemerintah Belanda, bantuan itu digunakan untuk maksud yang tidak sesuai dengan tujuan semula dari Rencana Pembangunan Eropa.

Saya menyampaikan harapan atas nama anggota CIO bahwa pemerintah Amerika Serikat akan senantiasa mengambil segala tindakan yang mungkin dalam bidang diplomasi dan ekonomi untuk menghentikan agresi Belanda di Indonesia, dan untuk menjamin penyelesaian segera yang mengakui  kepentingan wajar bangsa Indonesia dalam usaha mereka mencari pemerintahan sendiri yang demokratis. Anda harus yakin bahwa State Department akan memperoleh dukungan sepenuhnya dari buruh Amerika Serikat dalam langkah apapun yang akan diambilnya dalam hubungan ini."

Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta mengadakan pertemuan dengan Senator dari Amerika Serikat, Mr. Malone di Yogyakarta, tanggal 5 Desember 1948.

Oposisi terhadap kecenderungan State Department untuk lebih membela kepentingan Eropa Barat daripada kebijakan terhadap Republik Indonesia makin bertambah nyata di luar kalangan pemerintah. Hal ini tercermin dalam tulisan kolumnis terkenal Walter Lippmann tanggal 10 Januari 1949 :
"Our friends in Western Europe should try to understand why we cannot and must not be manoeuvred, why we dare not drift into general opposition to the independece movements in Asia. They should tell their propagandists to stop smearing these movements. They should try to realise how disastrous it would be to them, and to the cause of Western civilization, if ever it could be said that Western Union for defence of freedom in Europe was in Asia a syndicate for the preservation of decadent empires."

Diterjemahkan dalam bahasa Indonesia :
"Rekan-rekan kita di Eropa Barat harus dapat mengerti bahwa kenapa kita tidak dapat dan seharusnya jangan sampai didorong, kenapa kita tidak sampai hanyut ke dalam oposisi terhadap gerakan kemerdekaan di Asia. Mereka harus memberitahu ahli propaganda mereka agar menghentikan usaha mengadakan kampanye kotor terhadap gerakan-gerakan itu. Mereka harus menginsyafi betapa membahayakan mereka sendiri dan kepentingan kebudayaan Barat, jika sampai nanti dikatakan bahwa Persatuan Barat untuk mempertahankan kemerdekaan di Eropa merupakan satu sindikat di Asia untuk mempertahankan kerajaan yang sedang runtuh."

Pendirian seperti ini muncul pula secara menonjol di Kongres. beberapa orang anggota Kongres dari Partai Demokrat ikut pula terpengaruh, tapi mereka menekan diri untuk mengambil tindakan terbuka justru karena posisi yang diambil oleh State Department. Tapi banyak anggota Congress dari partai Republik tidak merasa terikat dan segera menyatakan pendirian mereka. Pada 7 Februari 1949, satu resolusi diajukan di depan Senate oleh Owen Brewster dan ditandatangani oleh 9 Senator dari Partai Republik. 

Resolusi itu menuntut agar semua bantuan ECA (Economic Cooperation Administration) dan bantuan keuangan lain kepada Belanda dihentikan, sampai ia mengakhiri permusuhan terhadap Republik Indonesia, menarik pasukan bersenjatanya ke belakang garis genjatan senjata Renville, membebaskan pejabat-pejabat pemerintah Republik yang ditawan sejak tanggal 18 Desember 1948 dan membuka perundingan bonafide dengan Republik Indonesia menurut ketentuan Perjanjian Renville. 

Wakil-wakil Belanda di Washington juga mengetahui bahwa banyak dari anggota Senat dari Partai Demokrat ikut terpengaruh oleh pendirian 10 senator dari Partai Republik yang menandatangani Resolusi Brewster itu dan mereka akan lebih bersuara jika tidak mengingat bahwa tindakan mereka akan menyulitkan pemerintah yang berkuasa. Disadari sepenuhnya oleh Belanda bahwa sikap permulaan yang membangkang terhadap resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa 28 Januari 1949 terlalu berlebihan dan mungkil sekali akan menimbulkan reaksi yang berbahaya tidak saja di Amerika Serikat tetapi juga di negara-negara lain. 

. . . bersambung